SELAMAT DATANG TO MY
Rumah karya moh. ghufron cholid, anda bisa bertamasya sambil membaca semua karya dan bisa mengomentarinya dengan penuh perenungan dan berdasar selera masing-masing. Jangan lupa ngisi data kehadiran.Ok!

Minggu, 13 Juli 2014

SKETSA SYUKUR DAN GETIR DALAM MENERJEMAHKAN HIDUP (ESAI APRESIATIF ATAS PUISI SETELAH IFTAR KARYA DJAZLAM ZAINAL, PENYAIR MALAYSIA)

Kecintaan Palestina pada Aqsha sebagai karunia Ilahi melebih nyawa yang dimiliki dari generasi ke generasi akan menjadi penanda cinta yang murni. Moh. Ghufron Cholid

Di saat seluruh umat Islam di seluruh dunia melaksanakan ibadah puasa dengan riang gembira, di saat itu pula Palestina kembali berdarah, kembali airmata menjadi tanda cinta mempertahankan Aqsha yang menjadi peninggalan bersejarah yang tak hanya dimiliki penduduk Palestina namun umat Islam di seluruh dunia.

Djazlam Zainal, penyair Malaysia rupanya sangat peka melukiskan rasa prihatin yang menimpa Palestina, lewat puisi setelah iftar, Djazlam menyampaikan segala degup kegetiran, marilah kita baca tuntas puisi berikut,

SETELAH IFTAR

setelah iftar
aku memanjat syukur
aku tahu aku orang terbiar
daripada pandangan orang

aku sedang memikirkan
saudara-saudara di gaza
bagaimana iftar mereka

katanya, sahur di dunia
iftarnya di syurga

13 Ramadan 1435/11 Juli 2014

Bulan puasa adalah bulan suci, bulan yang bertabur kepekaan diri untuk membaca riang-getir kehidupan.

Djazlam mencoba mengangkat tema ramadhan namun tak lupa meliput kegetiran kaum muslimin yang bermukim di gaza.

Setelah Iftar, kata Djazlam membuka pandangan atas nikmat yang telah diterima. Iftar adalah masa yang paling membahagiakan bagi orang-orang yang menjalankan ibadah puasa.

Iftar bisa menjadi penanda kemenangan bagi orang yang berpuasa tiap harinya. Iftar menjadi penanda bahwa segala menjadi halal untuk dimakan, segala yang halal buat suami istri dihalalkan kembali untuk dilakukan, setelah sempat diharamkan mulai terbit fajar hingga tiba iftar.

Islam selalu memiliki cara terindah dalam mendidik umatnya. Puasa adalah bulan bermuhasabah diri, melatih tiap insan semakin peka baik dalam mengenal hubungan dengan Tuhan maupun hubungan sesama makhluk Tuhan.

Di bulan puasa setiap pribadi belajar menempa diri menjadi hamba yang bertakwa. Bisa merasakan kepedihan sesama, bisa belajar menahan diri dari segala hal yang mampu mendatangkan murka Allah.

Setelah Iftar kata Djazlam semakin lantang seolah ingin mengingatkan dirinya maupun pembaca ada hal penting yang harus direnungkan dan dilakukan.

setelah iftar
aku memanjat syukur
aku tahu aku orang terbiar
daripada pandangan orang

Bersyukur adalah suatu keharusan yang bisa dilakukan seorang hamba selepas mendapatkan karunia. Mengapa syukur menjadi suatu yang sangat penting? Karena dengan bersyukur Allah akan menambahkan karunia, mengabaikan syukur merupakan kekufuran akan karunia balasannya adalah siksa yang pedih.

Betapa indah ajaran Islam menerima karunia Allah dengan syukur, menerima kebaikan orang dengan ucapan terimakasih yang merupakan bentuk penghormatan.

Iftar adalah urusan hamba dengan Allah maka sebagai hamba menyambut karunia dengan syukur.

Paling tidak bait pertama mencerminkan sikap seorang muslim sejati yang pandai menyikapi karunia di samping itu ingin mengabarkan bahwa pada hakekatnya ketika menjalankan puasa creator serasa orang yang terbiar dari pandangan orang lain. Merasa asing dari pandangan manusia ketika melaksanakan ibadah puasa, sangat disadari creator dan iftar adalah obat segala gusar yang merekahkan syukur.

Orang muslim dengan orang muslim lainnya ibarat bangunan yang saling menguatkan.

Rupanya Djazlam begitu peka menerjemahkan sebuah hadits ke dalam puisinya, itulah anggapan saya ketika membaca bait kedua berikut

aku sedang memikirkan
saudara-saudara di gaza
bagaimana iftar mereka

Merasa sebagai bangunan yang saling menguatkan tentu tidak berlebihan jika Djazlam masih memikirkan tentang iftar saudara-saudara di gaza. Iftar yang seharusnya dijalani dengan suka cita, di gaza di tengah amuk zionis yang membabi buta, kematian begitu karib menyalami segenap usia, iftar di gaza tentu tidak sekhidmat iftar umat Islam di negara-negara yang damai.

Ada hal yang paling menggetarkan batin saya selaku pembaca yakni bait ketiga yang disampaikan Djazlam

katanya, puasa di dunia
iftarnya di syurga

Merupakan potret kemanusian yang tak bisa ditawar sebab nyawa-nyawa serupa gugur dedaunan, semisal pasir-pasir yang diterbangkan angin.

Tragedi gaza yang terjadi di bulan suci paling tidak telah menciderai hati umat Islam di seluruh dunia sebab di bulan yang begitu suci dan agung ketika orang-orang mukmin menjalankan puasa, regang nyawa tak terhitung jumlahnya terjadi di gaza.

Secara keseluruhan puisi yang ditulis Djazlam berisi tentang bagaimana seorang hamba menyikapi karunia Tuhannya? Bagaimana sesama manusia mampu merasakan kepedihan yang dialami saudara-saudaranya? Bagaimana kegetiran begitu erat menyalami gaza? Bagaimana para pejuang gaza menjalani puasa berikut iftarnya.

Tak hanya itu, Djazlam lewat puisi setelah iftar yang ditulisnya hendak membuka mata hati kita bahwa karunia yang kita terima hendaklah disyukuri dengan penuh khidmat karena orang lain belum tentu memiliki nikmat yang serupa dengan kita, masih ada saudara-saudara kita yang belum pasti bagaimana mereka menjalankan puasa dan iftarnya seperti gaza.

Tidak ada komentar: