SELAMAT DATANG TO MY
Rumah karya moh. ghufron cholid, anda bisa bertamasya sambil membaca semua karya dan bisa mengomentarinya dengan penuh perenungan dan berdasar selera masing-masing. Jangan lupa ngisi data kehadiran.Ok!

Sabtu, 25 Oktober 2014

108 PENYAIR SEMARAKKAN ANTOLOGI PUISI 60 TAHUN KJ


1. Yanie Wuryandari (Jakarta).
2. Ahmad Gama.
3. Moh. Ghufron Cholid (Madura)
4. Thomas Haryanto Soekiran (Purworejo)
5. Ersa Sasmita (Jakarta)
6. Rahmat Ali (Jakarta)
7. Esti Ismawati (Klaten)
8. Sofyan RH Zaid (Jakarta)
9. Irawan Massie (Jakarta)
10. Hanna Yohana (Hongkong).
11. Matroni el Moezany (Madura)
12. Syarifuddin Arifin Dua (Padang)
13. Ewith Bahar (Jakarta)
14. Suyitno Ethex. (Jatim)
15. Yuyun Ambarwanto (Wonogiri)
16. Bundo Free (Jakarta)
17. Syahrial Mandeliang (Pekanbaru)
18. Mochammad Asrori (Mojokerto)
19. Uki Bayu Sedjati (Ciputat)
20. Naning Pranoto (Bogor).
21. Novy Noorhayati Syahfida (Tangerang)
22. Fitrah Anugerah (Bekasi)
23. Sudaryono Unja (Jambi).
24. Andri Irawan (Jember)
25. Bambang Widiatmoko (Jakarta)
26. Weni Suryandari (Bekasi)
27. Sus S. Hardjono (Sragen)
28. Puspita Ann (Klaten).
29. Heni Hendrayani Sudarsana
29. Heni Hendrayani Sudarsana (Bandung)
30. Soni Farid Maulana (Bandung)
31. Eddie Mns Soemanto. (Padang)
32. Dian Hartati (Jakarta)
33. Soesi Sastro (Jakarta)
34. Budhi Wiryawan (Yogyakarta).
35. Mar'atus Sholikhah (Surabaya).
36. Rismudji Rahardjo (Jakarta).
37. Ayid Suyitno Ps (Jakarta).
38. Cunong Nunuk Suraja (Bogor).
39. Asril Koto (Padang)
40. Sulaiman Juned (Padang)
41. Pipie Johan Egbert (Surabaya)
42. Arwinto Syamsunu Aji. (Kebumen)
43. Setyo Widodo. (Bogor).
44. Hamberan Syahbana (Banjarmasin)
45. Ipit Saefidier Dimyati (Bandung)
46. En Kurliadi Nf (Madura)
47. Hamzah Muhammad (Jakarta)
48. Nongka Marahim (Kendal)
49. Sumanang Tirtasujana (Purworejo)
50. Rifkisyarani Fachry (Jatinangor)
51. Alex R. Nainggolan (Tangerang)
52. Elvis Regen. (Palembang)
53. Budhi Setyawan Penyair Purworejo (Bekasi)
54. Yo Sugianto. (Jakarta)
55. Wahjudi Djaja (Yogyakarta)
56. Ekohm Abiyasa (Karanganyar)
57. Riri Tirtonegoro (Kuala Lumpur)
58. Syarif Hidayatullah (Banjarmasin)
59. Sudarmono Mas Mono (Bekasi)
60. Kun Andyan Anindito (Yogyakarta)
61. Daru Maheldaswara (Bantul)
62. Muh. Mursyid Mursyid Ashari ((Klaten)
63. Eddy Pranata Pnp (Cilacap)
64. Yanti S Sastro Prayitno (Semarang)
65. SP Budi Santosa (Bogor)
66. Aloeth Pathi (Pati)
67. Rezqie Muhammad AlFajar Atmanegara (Banjarmasin)
68. Zidny Ilma (Bandung)
69. Elly Metallia Andromeda. (Bandung)
70. Handoko F. Zainsam (Jakarta)
71. Andrian Eksa (Boyolali)
72. Hardho Sayoko Spb Dua. (Ngawi)
73. M. Muhammad Hafidz Mubarok (Malang)
74. Yvonne De Fretes (Bogor)
75. Penyair Tengger (Malang)
76. Nela S Wulan (Bandung)
77. Muhammad Lefand (Jember)
78. Nani Tandjung (Jakarta)
79. Shalihin Muhammad (Madura)
80. Ali Arsy Ali Syamsudin Arsi (Banjarbaru, Kalimantan)
81. Khoirun Ni'am (Pati)
82. Muakrim M Noer'z Soulisa (Ambon)
83. Damar Anggara (Grobogan)
84. Abah Yoyok (Tangerang)
85. Ratna Dewi Barrie Sagitta Detrawina (Lampung)
86. Yogira Yogaswara (Bandung)
87. Adek Alwi (Jakarta)
88. Dharmadi DP (Jakarta)
89. Asep Juanda (Bandung)
90. Kidung Purnama (Ciamis).
91. Mahbub Junaedi (Bumiayu)
92. Rifqiel 'Asyiq (Jakarta)
93. Sujudi Akbar Pamungkas (Sampit)
94. Herman Syahara (Jakarta)
95. A'yat Khalili (Madura)
96. Ratu Ayu (Neni Rochaeni) (Cirebon)
97. Ahita Teguh Susilo (Purwokerto)
98. Arther Panther Olii (Manado)
99. Eka Budianta Dua (Jakarta)
100. Robi Akbar (Lampung)
101. Wanto Tirta (Ajibarang)
102. Bambang Eka Prasetya (Magelang)
103. Serüni Unié (Surakarta)
104. Haryono Soekiran Soekiran (Purbalingga)
105. Muchlis Darma Putra (Banyuwangi)
106. Hasan Bisri Bfc (Bogor)
107. Handrawan Nadesul (Jakarta)
108. Adri Darmadji Woko (Depok)
SAATNYA LAYOUT PRACETAK OLEH DITO, OZZY, DKK. SEMOGA SUKSES DAN TEPAT WAKTU.

MENGGAMBAR CILEGON BERIKUT IKLIM SASTRANYA

SEMALAM DI CILEGON
Cilegon terbakar, kabur
Karya lahir seperti air

Kamaria Bte Buang, 25102014

Berhadapandengan puisi saya seakan menatap air yang jernih oleh ianya mampu menggambarwajah yang begitu riang, kadang pula serasa berada dalam kamar gelap, pengapdan penuh cekam. Namun saya selalu merasa senang bila berhadapan dengan puisi,mengakrabi makna yang dikandungnya sebab ianya sebuah media untuk menata hati.

KamariaBte Buang, mendengar nama ini saya seakan tak asing di FB meski saya belumpernah menatapnya, seorang penyuka sastra dari Singapura ini juga sukamengakrabi puisi berpola tuang. Kali ini puisi yang disajikan oleh Kamariaadalah puisi berjudul SEMALAM DI CILEGON yang ditulisnya dalam pola tuang duakoma tujuh yang diperkenalkan oleh Imron Tohari.

SEMALAMDI CILEGON jika say abaca berulang judul ini tampaknya Cilegon begitu berkesanbuat creator dari Singapura ini, saya pun mulai mengingat ingat tentang adanyasebuah perhelatan sastra akbar yakni pertemuan penyair se Asia Tenggara yangdiselenggarakan di Cilegon. Sayapun mulai memasuki kamar ide yang diperkenalkan oleh Kamaria, Cilegonterbakar, kabur. Saya menemukan ada dua moment penting yang disajikansebagai pembuka pandangan tentang daerah bernama Cilegon

Cilegonterbakar adalah bahasa hiperbolis yang diperkenalkan Kamaria untuk menyebutCilegon sebagai tempat yang waw. Kamaria seakan menemukan sisi lain dari Cilegon,sisi yang sangat mendebarkan dan sangat menggairahkan. Jika Cilegon dikaitkandengan pertemuan penting maka Kamaria sebenarnya ingin mengabarkan bahwa cuacakesusasteraan Cilegon sangat menggairahkan utamanya dalam bidang puisi.

Cilegonyang gemanya bagai bom waktu yang telah diredam kini telah menjadi sebuahsejarah yang mendebarkan kesusasteraan. Penyair Asia Tenggara menyempatkan diriuntuk datang ke Cilegon hanya untuk memeriahkan sastra. Namun Cilegon kali initak hanya sekedar menjadi tuan rumah yang hanya ramah menyambut tamu. Tuan rumahkali ini tak mau perhelatan akbar menjadi asing di tanahnya sendiri. Moment pentingini dimanfaatkan dengan baik untuk mengenalkan sastra pada khalayak.

Cilegondengan rupa sastra yang semakin dewasa ingin menumbuhkan kesadaran bahwa sastrasangat familiar bukan dunia yang elit dan mengasingkan diri dari masyarakat. Duniasastra bukan dihuni oleh orang yang tak peka pada masyarakat. Selain meneriakkankebenaran lewat puisi, dunia sastra sejatinya bisa menjadi hiburan yang penuhpembelajaran yang menarik. Penyair yang datang ke Cilegon diperkenalkan padasekolah-sekolah dan masyarakat dan acaranya pun dibuka untuk umum, dengandemikian Cilegon telah berusaha memasyarakatkan sastra. Cilegon terbakar bisadimaknai gairah Cilegon dalam mencintai sastra khususnya puisi sedang dalamkeadaan membara.

Laluketika saya berhenti pada kata kabur yang ditulis oleh Kamaria, sejenak sayagelisah disergap Tanya, apa gerangan yang kabur? Setelah begitu gairahmengabarkan cuaca sastra di Cilegon begitu bara tiba-tiba saya dikejutkandengan kata kabur. Apa yang hendak disampaikan penyair dengan kata kabur? Saya terusbertarung dengan rasa penasaran saya.Sayapun mulai menebak-nebak makna kabur, barangkali yang dimaksud kabur adalahsuasana bahagia yang sudah mulai menepi berubah kedukaan oleh ianya mendekatiperpisahan. Jika merunut pada kabur yang lebih identik dengan pandangan yangsangat negatife, mungkin inilah sebuah kekecewaan penyair akan kebahagiaan yangbegitu cepat berlalu sehingga penyair yang semula begitu gairah mengintimisastra harus bergegas menutup kegembiraan dengan kata kabur oleh ianya kebahagiaanyang ditemukan semakin mendekati kehampaan. Kehangatan dalam bersastra diCilegon semakin bergegas menuju perpiusahan Antara pesertanya.

Sayamulai menahan tentang segala kemungkinan yang akan muncul dan saya mengalihkanpandangan pada bait kedua Kamaria Bte Buang yakni karya lahir seperti air.Sejenak saya tinggalkan segala kemungkinan yang ada di larik pertama karenasaya ingin lebih mengintimi larik kedua. Kamaria menangkap isyarat yang takpernah ia saksikan di tempat lain. Di Cilegon, Kamaria sekan menyaksikan karyalahir seperti air, yang bisa jadi merupakan gambaran bahwa kegiatan sastradi Cilegon selama acara telah memberikan kesan baik yakni acara berjalan denganbaik.

Kalaukita merunut pada kata air dalam larik karya lahir seperti air makapuisi berikut segala pementasannya  benar-benarmampu menghilangkan dahaga. Kebuntuan dalam berkarya tak lagi ditemukan diCilegon. Yang ditemukan Kamaria Bte Buang di Cilegon adalah ketakjuban akanbagaimana panitia bekerja sangat professional dalam memperlakukan danmenyajikan acara sehingga penyair secara keseluruhan hendak bersaksi dalam puisinyabahwa Cilegon telah berhasil membatikkan kesan baik dalam hati Kamaria BteBuang.

Kesimpulan

SEMALAMDI CILEGON adalah puisi berpula tuang dua baris tujuh kata, di larik pertamaberii tiga kata dan larik kedua berisi empat kata. Puisi ini berkisah tentangketakjuban Kamaria Bte Buang akan perhelatan sastra di Cilegon yang diberinamaPertemuan Penyair seAsia Tenggara, di larik pertama memakai Bahasa hiperbolisyakni Cilegon terbakar, di larik kedua memakai Bahasa simile ataupun Bahasakias yakni seperti air yang termuat dalam larik karya lahir seperti air.

Madura,26 Oktober 2014   

DIMUAT DI BULETIN MANTRA, OKTOBER 2014


TERINGAT KAKEK

langit begitu murung
ketika harapmu rebah
di kebun mahabbah
ketika, kau yang pejuang
berwajah nisan, penanda kemesraan kencan
dan bumi, kehilangan nyala cinta
dari jiwamu yang bening

Madura, 2014

Jumat, 17 Oktober 2014

TERBIT DI SASTRA HARIAN CAKRAWALA (SABTU, 4 OKTOBER 2014)

ANAK-ANAK GARAM

kami anak-anak garam
mimpi dan darah kami asin
merantau, madura
tak henti berdegup dalam jiwa

kami anak-anak garam
selalu asin, asin dan asin
meski di tanah rantau
meski di tanah
rantau

Madura, 2014

KESAKSIAN HATI

menganyam mimpi
menepikan rindu
takkan pernah mampu
tanpaMu, Ilahi

menepikan sunyi
menggali diri
takkan pernah bisa
tanpaMu, pemilik hati

menepikan mati
menumbuhkan mimpi
takkan pernah kuasa
tanpaMu, duhai pemilik jiwa

Madura, 2014
 

KESAKSIAN YANG PURNA

yang merasuk ke dada
duka yang kenanga
yang merasuk ke mata
rekah mawar doa
yang merasuk ke sukma
yang merasuk ke yakin
segala abadi: Tuhan

Madura, 2014


TERBIT DI SASTRA HARIAN CAKRAWALA (SABTU, 18 OKTOBER 2014)

MERAWAT CINTA

alpa langit lupa bumi
mata sayu lautlah daku
masa lalu tiba lara
letup ingat kamu tamu

suka kamu mata cinta
benci kamu mata duka
satu tubuh satu jiwa
satu suka satu syurga

laki laku lika liku
rasa tumbuh suka utuh
kamu tiba dalam kalbu
duka lari raib letih

hati hati asah rasa
kuat duga kuasa lara
mata duga kuat duka
rawat cinta purna bahagia

Madura, 13 Oktober 2014

MENGENALKAN IBU

ibu tempat bertapa segala
musim yang berganti rupa
dalam dada yang dharma
terlerai luka sepanjang usia

ibu tempat mengurai seluruh
asa cipta rasa tersepuh
sejarah rona berbinar sukma
sirna duka bertamu bahagia

ibu mata doa segala
masa lalu kini nanti
matahari rebah berkerlingan senja
menidurkan angkuh dalam diri

ibu mula cinta tiba
saat restu Esa tapa
masa suka masa duka
ibu guru segala usia

Madura, 13 Oktober 2014

KETULUSAN

Hari belum tua ketika kau menyemai ketulusan dan menanam biji cahaya
Sepi yang merajam tak sanggup sembunyikan segala
Selalu ada musim berganti menempati hati
Ketulusan senantiasa pijar walau dalam hidup yang paling lumpur
Selalu saja getir berulang ketika hatimu yang karang
Masih mampu tersenyum dalam duka yang paling dupa

Aku telah menerima kabar tentang pilihan berlari membawa segenap debar
Tak terhitung berapa banyak daun waktu gugur
Yang aku ingat ketulusan selalu mawar dalam ingat paling getir

Madura, 15 Oktober 2014

Kamis, 16 Oktober 2014

MENGENALKAN PUISI 2,7 (2 BARIS, 7 KATA)




Oleh Imron Tohari

“Dunia yang dibangun oleh imajinasi dari pengalaman dan gagasan yang tak terhitung jumlahnya jauh lebih indah daripada dunia yang dapat di indera” (Hellen Keller)

“Puisi” sebagai reinkarnasi bahasa hati,pikiran ( samsara bahasa/kelahiran kembali bahasa ) dari masing-masing pribadi/individu pengkarya cipta yang dituangkan ke dalam bentuk bahasa tulis pun lisan yang pada akhirnya menciptakan letupan-letupan imajinatip di alam imajinasi pengkarya cipta itu sendiri maupun penikmat baca/apresiator puisi. Di mana muatan emosi “puisi” sangat beragam, ada suka ada duka, ada kegembiraan ada kemarahan. Puisi sebagai permainan bahasa, mentranslate rasa/gejolak jiwa, melalui selubung simbol-simbol, atau tanda-tanda yang terangkum pada larik/baris/bait dalam menyampaikan pesan gejolak rasa jiwa dari penulis/penyair, yang merupakan hasil dari saripati sunyi ( baca: perenungan!).

Kenapa saya lebih senang menyebut “puisi” sebagai reinkarnasi bahasa atau samsara bahasa?

Samsara sebagai kata sifat mempunyai arti sengsara ( berdasarkan kamus bahasa Indonesia ), samsara berdasarkan yang termaktub pada surat Bagavad-gita (Budha) dan Weda ( Hindu ) samsara berarti kelahiran kembali/reinkarnasi, namun dalam kelahiran kembalipun (samsara ), yang merupakan perpindahan jiwa ini dari satu tubuh ke tubuh yang lain atau disebut reinkarnasi eksternal (samsara atau samsriti didalam bahasa sansekerta). Srimad Bhagavatam (Bhagavata Purana) 5.11.5-7 menyebutkan bahwa pikiran terikat oleh indera kesenangan, saleh atau tidak saleh. Kemudian hal itu tertuju pada tiga model dari alam material dan menyebabkan penyesuaian kelahiran dalam berbagai tipe tubuh, lebih tinggi atau lebih rendah. Oleh karena itu, jiwa menderita ketidakbahagiaan atau menikmati kebahagiaan karena pikiran,kemudian pikiran di bawah pengaruh ilusi menciptakan aktivitas-aktivitas yang saleh dan aktivitas-aktivitas yang tidak saleh, ( berdasarkan ajaran agama Budha ) dan pengertian akan samsara ini juga tidak jauh beda dengan apa yang ada pada ajaran agama Hindu ; di dalam Weda disebutkan bahwa "Penjelmaan jiwatman yang berulang-ulang di dunia ini atau di dunia yang lebih tinggi disebut Samsara. Kelahiran yang berulang-ulang ini membawa akibat suka dan duka. Dan juga akan dipengaruhi akan adanya karma baik dan buruk disaat-saat sebelumnya. Dari sudut pandang saya selaku orang Islam, yaitu kelahiran kembali dari kematian di akhirat kelak, dengan segala pertimbangan baik buruknya semasa kehidupan di dunia.

Begitu hal dalam setiap proses penciptaan puisi, dalam kesunyiannya pasti akan terjadi suatu pertarungan batin dan atau pertarungan piker pada diri pengkarya cipta ( pertarungan sinergi positip dan sinergis negatip). Puisi sebagai reinkarnasi bahasa/samsara bahasa, pada kelahirannya kembali, tidak terlepas dari proses/ritus suasana baik buruk yang mempengaruhi rasa imajinatip pengkarya ciptanya. Dalam pengertian, melalui puisi penyair berusaha menghidupkan imaji tersembunyi ke dalam tubuh “bahasa”. Tubuh bahasa dari bayangan diri, baik bayangan diri penyairnya maupun bayangan diri penikmat bacanya yang sudah menyatu pada bayangan puisi itu sendiri!, maka jadilah bayangan diantara bayangan; diri membayang pada puisi, puisi membayang pada diri. Dan puisi yang baik, adalah puisi yang ditulis dengan penuh ketulusan, serta tetap mengacu pada estetika moral, sehingga nantinya bisa memberi pencerahan positip dan atau bisa menciptakan pola piker baru yang baik bagi pencipta maupun apresiator yang membacanya.

Sebagai mahkluk sosial, disadari atau tidak kita pasti ingin mengaktualisasikan diri atas segala hal yang dialami, kepermukaan, baik itu secara ungkap langsung lisan pun tulis. Dari sana hal yang melatar belakangi tercetusnya penulisan puisi 2 baris, 7 kata, yang dalam pikiran saya waktu itu adalah bagaimana cara mengungkapan gejolak perasaan pada sebuah puisi dengan tidak banyak kata namun bisa mengaktualisasikan dengan citraan yang kuat dan bisa meruang di imaji rasa piker saya selaku penulis sekaligus sebagai penghayat, juga kepada penikmat baca selaku penghayat.

Dari pemikiran tersebut saya lantas berfikir bahwa dengan pilihan kata (diksi) yang tepat serta patut dalam membentur tautkan dalam suatu ikatan baris kata, saya rasa cukup ideal 7 kata yang di bagi dalam 2 baris (Baris pertama mesti menampilkan dirinya sebagai gambaran idea tema. Baris dua mesti menampilkan dirinya sebagai letupan emosi/keadaan dan reaksi psikologis dan fisiologis) untuk menceritakan keberadaan dirinya di imaji rasa piker penghayat.

Intinya, puisi yang muncul dalam persepsi kebutuhan saya pada saat itu lebih menitik beratkan pada kepadatan kata ( 7 kata ), namun disampaikan dengan bebas tidak terikat patron tertentu ( selain dari 7 kata dalam 2 baris ), di mana baris pertama sebagai gambaran idea tema, dan baris dua sebagai letupan emosi/keadaan dan reaksi psikologis dan fisiologis (seperti kegembiraan, kesedihan, keharuan, kecintaan) dari citraan idea tema ( (Sas) cara membentuk citra mental pribadi atau gambaran sesuatu; kesan atau gambaran visual yang ditimbulkan oleh sebuah kata, frasa, atau kalimat, dan merupakan unsur dasar yang khas dalam karya prosa dan puisi ), namun dalam kepadatan kata tersebut tetap membebaskan pengkarya cipta dalam menuangkan imaji rasa tanpa dibatasi rima dan jumlah kosa kata dalam satu kesatuan kalimat pada baris, kecuali jumlah 7 kata/kalimat yang terbagi dalam 2 baris. Dan saya memilih pakai 2 baris untuk mengoptimalkan volume 7 kata, diharapkan dengan 2 baris yang ada, dimana masing-masing barisnya telah diberikan peran masng-masing, hal tersebut diharapkan bisa kian memberi ruang puisi untuk bercerita banyak melebihi dari kapasitas teksnya sendiri yang hanya terdiri dari 7 kata.

Saya menyadari bisa jadi puisi 2 baris 7 kata ini sebenarnya bukan hal baru, dalam pengertian saat buat puisi pendek tanpa sadar pasti ada saja yang 2 baris 7 kata (Hanya saja sekarang saya tentukan desainya/tentukan polanya, terutama selain 2 baris 7 kata, mesti baris pertama menggambarkan citraan awal, dan baris 2 menggambarkan citraan akhir yang keduanya saling menopang baris satu sama baris lainnya), tapi kalau pola tuang 4444 saya jamin dulunya belum sekali pun ada tertulis yang murni 4 huruf dalam 4 kalimat dalam 4 baris dalam 4 bait utuh puisi rima ( sebatas ketidak tahuan saya lho ), namun saya berfikir dengan pola yang tidak banyak memerlukan kata ini, namun bisa mentranslatekan gejolak rasa jiwa penulisnya akan menjadi rangsangan tersendiri untuk suka menulis puisi (Terutama bagi mereka yang tadinya tidak suka puisi, minimal akan sudi untuk sekedar membacanya ).

Lalu apa dan bagaimana yang menjadi tolak ukur suatu puisi dikatakan sesuai pola tuang 2 baris 7 kata yang saya maksudkan ( desainkan )?

1. Tentunya puisi tersebut mesti tersaji dalam pola tuang 2 baris, 7 kata.

2. Wajib ada judul. sebab hal tersebut berkenaan dengan padatnya kata yang bisa diolah menjadi suatu kekuatan utuh karya dalam menyampaikan pesan pada penikmat baca tanpa meniggalkan kesan keindahan bahasa puisi itu sendiri. Judul yang baik (baca: kuat) sekaligus merupakan pintu masuk untuk pembaca bisa memahami dan menikmati letupan pesan yang ingin dihantarkan pencipta karya ke imaji rasa penghayat.

3. Baris pertama harus/mesti menampilkan dirinya sebagai gambaran idea tema ( semacam latar pembuka ) yang menciptakan gambaran pokok kejadian, karena baris pertama ini yang akan menjadi pemandu luncur ke baris dua sebagai baris penegas/baris penutup yang bermuatan kristalisasi renung ( kontempelasi)

4. Baris dua harus/mesti menampilkan dirinya sebagai letupan emosi/keadaan dan reaksi psikologis dan fisiologis (seperti kegembiraan, kesedihan, keharuan, kecintaan) dari citraan idea tema ( (Sas) cara membentuk citra mental pribadi atau gambaran sesuatu; kesan atau gambaran visual yang ditimbulkan oleh sebuah kata, frasa, atau kalimat, dan merupakan unsur dasar yang khas dalam karya prosa dan puisi ), yang menompang dari apa yang telah dicitrakan pada baris pertama. Dan sebagai alur akhir/penutup, baris 2 ini bisa berupa opini kekinian, bisa berupa kesimpulan akhir dari kejadian, bisa berupa renungan ect, yang penting upayakan bisa meninggalkan kesan pada pembaca! .

5. antara baris 1 dan baris 2 harus/mesti ada ketertautan alur antar barisnya, hal ini sangat-sangat perlu agar bisa memandu dengan baik penghayat/penikmat baca masuk kedalam keseluruhan batang tubuh puisi yang teramat padat dengan pola 2 baris, 7 kata ini ( walau dalam kasus alur lompat pun tetap harus ada relevansi benang merahnya dalam satu kesatuan pesan utuh yang ingin disiratkan ke pembaca.

Pernah terlintas dipikiran saya : “lalu bagaimana kalau yang terpenuhi hanya fisik puisi saja, dalam pengertian yang terpenuhi hanya 2 baris, 7 kata-nya saja? Apa masih bisa disebut sebagai puisi pola tuang 2,7 ( baca: 2 baris, 7 kata) ?”

Jika nilai ukurnya adalah baris dan kata, maka hal tersebut telah memenuhi syarat untuk dimasukkan dalam puisi 2,7 ( Selanjutnya baca: 2 baris, 7 kata ), namun untuk disebut sebagai puisi 2,7 yang memenuhi semua syarat : baik jumlah baris, kata, serta kekuatan estetik bahasa dan estetik makna yang merupakan prasyarat wajib untuk suatu karya 2,7 layak disebut puisi atau disebut slogan/pernyataan, tentunya perlu juga diperhatikan prasyarat lain yang menyerta pada desain pola tuang 2,7 ini ( Seperti diterangjelaskan tulisan di atas ).

Jadi tidaklah salah jika akan muncul pertanyaan seperti ini : Puisi 2 Baris, 7 kata tak ubahnya seperti jinggel iklan atau slogan, benarkah?

Karena tingkat kepadatan kata yang dituang dalam 2 baris, 7 kata, hal ini sangat memungkinkan untuk merangsang pencinta karya puisi, menulis dan terus menulis dengan pola tuang ini, sehingga tanpa disadari, karena adanya dorongan menulis yang demikian cepat dan kuatnya, estetik puitika dan estetik makna jadi terlupakan ( kalau tidak boleh dikata terabaikan ) sehingga apa yang dituangkan serasa mengalir sebagai bentuk pernyataan/slogan saja. Jadi tidaklah salah jikalau ada yang mengatakan puisi 2 baris, 7 kata tidak lebih dari "Slogan/Jinggel iklan". Tapi hal tersebut tidak beraku pada puisi 2 baris, 7 kata yang memenuhi prasarat baik secara estetika bahasa pun estetika makna sebagai bentuk konkret untuk disebut sebagai "PUISI", sebab puisi tidak hanya sekedar rangkai kata, namun mesti menyiratkan letupan makna yang bisa sampai hayat manfaatnya.

Dalam bukunya "Kritik Seni" halaman 8 - 9, Dharsono/Sony Kartika mengutip apa yang dikatakan oleh DeWitt H. Parker, pembatasan tentang seni dan mengganggapnya sebagai ekspresi suatu ungkapan. Ungkapan dapat dilukiskan sebagai pernyataan suatu maksud perasaan atau pikiran dengan suatu medium indera atau lensa, yang dapat dialami lagi oleh yang mengungkapkan dan ditujukan atau dikomunikasikan kepada orang lain. Dalam arti seperti itu maka suatu sajak (puisi) merupakan suatu ungkapan sekelumit pengalaman yang dilahirkan lewat kata-kata.

Tujuan ungkapan seni dibuat dan dinilai untuk dirinya sendiri, untuk keperluan lain, dan kita sebenarnya selalu akrab dengannya, dan kita sengaja membuatnya serta merenunginya. Coba bandingkan antara sajak/puisi cinta dengan pernyataan/slogan cinta. Sajak yang dinilai akan mengalami emosi berirama yang ditimbulkan pada penulis sekaligus pembacanya. Sedang pernyataan/slogan, sekalipun dinikmati oleh yang menyatakan, namun nilai utama terletak pada akibat yang ditimbulkan, makin cepat persaratan itu selesai semakin baik. Sajak/puisi tujuannya pada diri sendiri, dapat diulang-ulang; nanti esok kapan saja, sedang pernyataan/slogan yang pada pokoknya merupakan alat untuk mencapai tujuan bukan untuk dirinya sendiri, sehingga tidak ada artinya lagi untuk diulang setelah tujuan itu tercapai atau gagal. Sajak/puisi bukan sekedar alat tetapi ungkapan seni yang tetap bernilai, walau tujuan itu tercapai atau gagal. (Parker, 1946: 14)

Sebagai penutup tulisan saya tentang “Mengenalkan Puisi 2,7 ( Baca : 2 Baris, 7 Kata ) ala lifespirit!”, saya berharap idea kreatif ini tidak mengotori nilai-nilai luhur sastra puisi. Amin3x. Insyaallah.

salam lifespirit!

Beberapa puisi 2,7 ( Baca: 2 baris, 7 kata ) yang berhasil membuat debar jantung saya (Canda ala lifespirit) :


  • 1) TANPA KEKASIH (Puisi 2 baris,7 kata )
Jarum jam menghitung detak
Malam serupa jahanam

( lifespirit, 24 December 2012 )
  • 2) TENTANG PAYUNG ( Puisi 2 baris,7 kata )
Jika dukamu adalah hujan
Payung itu aku

( lifespirit, 24 December 2012 )

  • 3) TENTANG KEYAKINAN ( Puisi 2 baris,7 kata )
Beribu jalan beribu semak
Dan aku merindukanmu

( lifespirit, 24 December 2012 )

  • 4) TENTANG KORUPTOR ( Puisi 2 baris,7 kata )
Musim hujan bercocok gedung
Materialnya darah rakyat

( lifespirit, 24 December 2012 )
  • 5) RINDU ( Puisi 2 baris, 7 kata )
Malam, jendela diketuk resah
Seketika ingat Mihrab

( lifespirit, 24 December 2012 )

  • 6) Mencintaimu ( Puisi 2 baris, 7 kata )
Kubiarkan mataku menggali kubur
Dengan huruf huruf

(lifespirit, 2010
  • 7) Kemarau ( Puisi 2 baris, 7 kata )
Sawah ladang kering, petani
Krakk!, berebut ranting

(lifespirit, 24 December 2012
  • 8) Katak Kertas ( Puisi 2 baris, 7 kata )
katak kertas melompat,dan
jiwaku berada bersamanya

(lifespirit, 24 December 2012

  • 9) TENTANG IBU ( Puisi 2 baris, 7 kata )
Pada peluit ketel, rinai
Senyum selepas subuh

(lifespirit, 24 December 2012)
  • 10) NATAL ( Puisi 2 baris, 7 kata )
Bintang jatuh di Herodes
Airmata cemara tua

(lifespirit, 24 December 2012)

  • 11) TENTANG KERAPUHAN ( Puisi 2 baris, 7 kata )
Ranting, dahan, hanya bebayang
Aku terpatahkan sembab

(Purba Sesha, 24 Desember 2012)
  • 12) TENTANG AYAH DAN IBU ( Puisi 2 baris, 7 kata )
Seperti tali sepatu
selalu mengikat kedua pihak

(Dewi Hani, 24 Desember 2012)

  • 13) Gurindam Malam ( Puisi 2 baris, 7 kata )
Gurindam tengah malam
Sajak tentang politik kosong

(Ivan Khatulistiwa Prasetya, 24 December 2012 )

  • 14) PADANG SAWAH
Padi ditumbuk ke Thailand
kincir menangis terabaikan

(Syarifuddin Arifin Dua, .sajak 'Mengurai Padang', hal.55 ks "Maling Kondang", 2012)
  • 15) BUNGA LARUNGAN ( Puisi 2 baris, 7 kata )
sohor pantai laut kidul
tua muda ikut

(Purba Sesha, 24 December 2012)
  • 16) Kebersamaan ( Puisi 2 baris, 7 kata )
Bapak rembulan, ibulah matahari
Malamku begitu panjang

(Karang Indah, Ngampilan, 24-12-12)
  • 17) Ikhlas ( Puisi 2 baris, 7 kata )
adalah lilin, cahya
biar batang dibakar api

(Alfiah Muntaz, 24 Desember 2012)
  • 18) AMSAL CONGKAK ( Puisi 2 baris, 7 kata )
: Babel
hendak setara langit
tinggi menara mendahului keruntuhan

(Alfiah Muntaz, 24 Desember 2012)
  • 19) AKU KAU DAN DIA ( Puisi 2 baris, 7 kata )
Cinta selendang mayang
di muara mana singgahnya ?

EUIS HERNI ISMAIL 24 12 2012
  • 20) Nostalgia (Puisi 2 baris, 7 kata)
jika kali ciliwung meluap,
kuingat rumahku, tenggelam

@ Sonny H. Sayangbati 24-12-2012 / 06.47 pm-wib

  • 21) JELANG NATAL (Puisi 2 baris, 7 kata)
cemara berlampu pijar
akan datang cahaya benderang

(DAM, BPSM 24.12.2012)
  • 22) KEBAHAGIAAN (Puisi 2 baris, 7 kata)
lengking tangis bayi
mata bunda berkaca, manikam

(Ida Akmal, 24 Desember 2012)
  • 23) KEMUKUS DALAM GERIMIS
Kemukus dalam gerimis
Kencan ulat-daun talas

Moh. Ghufron Cholid, Kamar Cinta, 2012
  • 24) MATA SEJARAH SANGIRAN
Mata sejarah Sangiran
Manusia purba tajamkan batin

Moh. Ghufron Cholid, Kamar Cinta, 2012
  • 25) TENTANG RUMAH ( puisi 2 baris 7 kata )
Sepetak tanah ditanami batu kali
tumbuhlah rumahku

24122012/DH
  • 26) SIMFONI SUNYI ( puisi 2 baris, 7 kata )

Gemericik air ikan berkecipak
Malam ditikam sendu

( Wawan Darmawan, Bogor mon 24 dec 2012, 10:17:59 PM )

  • 27) LUKISAN SENYUM IBU
ibu selalu melukis senyum
di kanvas cinta

DAM, 25 DES 2012
"selamad milad mbak Nabila Dewi Gayatri" Gusti Allah ora sare
  • 28) DISAYAT ANGIN ( puisi 2 baris, 7 kata )

ke gunung makan angin
merpati patah sayapnya

(Syarifuddin Arifin, Padang, 25/12-2012)

  •  29) ULANG TAHUN ( puisi 2 baris, 7 kata )

seperti sumbu dibakar waktu
menunggu, tersisa apa

(Alfiah Muntaz, 25 Desember 2012)

  • 30) DADA DOA

jemari menari
meracik kata jadi dada doa

DAM, 25 Desember 2012

  • 31) TENTANGKU
Sebongkah karang membaca sepi
Di lautMu tenggelam

(lifespirit, 25 Desember 2012)

ZIARAH DAN RAHASIA YANG TERSEMBUNYI

Oleh Dimas Indianto S

Tulisan ini hanya sebentuk catatan kecil atas kekaguman saya kepada penyair santri dari Madura bernama Moh. Ghufron Cholid (MGC), membaca puisi-puisi alitnya saya memasuki dunia asing di mana kata-kata menjadi sedemikian mahal, hingga di setiap puisinya kita menemukan kata-kata yang terkesan begitu selektif.
Bagaimanapun Puisi ditulis oleh seorang penyair minimal karena dua alasan. Pertama, adalah dorongan hati penyair untuk mengejawantahkan kemampuan mencipta, merealisasikan bakat dengan mewujudkan sebuah karya puitis, mencapai kepuasan karena memberikan isi dan makna kepada suatu tindakan, semacam peninggalan dari perasaan dan pengalamannya atau rapor bakat dan kemampuannya. Kedua, puisi dimanfaatkan sebagai medium untuk menyampaikan sesuatu yang lain. Dalam pada ini, MGC menjadikan kebolehannya memilah-memilih-membuang kata untuk mencipta puisi alit sebagai media menyampaikan sesuatu yang besar.

Metafora ziarah
Di sini saya akan mengaji dua puisi ziarah MGC. Sebagaimana kita tahu ziarah adalah perenungan panjang sebagai kunjungan untuk daya spiritualitas manusia dalam membersihkan pikiran, perasaan, dan jiwanya. Dalam pada ini, makam memiliki banyak simbol yang dapat dipahami dalam berbagai terminologi. Makam-makam para wali selalu menjadi kunjungan banyak orang untuk berdoa karena diyakini sebagai tempat suci. Bagi MGC berziarah adalah sebagai pengingat eksistensi manusia di dunia ini yang akan melewati alam kubur.

DI MAKAM SYEICHONA CHOLIL

Di makam Syeichona Cholil
Reruh tak lagi binal
Dalam merapal masa depan
Yang penuh keridlaan

Di makam Syeichona Cholil
Runtuh langit keangkuhan
Saksikan makam yang anggun
Lukiskan kefanaan

Kamar Hati, 13 Mei 2012

MGC mengingatkan bahwa ketika sudah berhadapan dengan Tuhan—dengan jalan mengingat kematian melalui ziarah—seketika itu juga / Reruh tak lagi binal/, hati menjadi tertata sehingga dalam merapal masa depan, manusia seyogyanya melewati jalan yang penuh keridlaan Tuhan. Ketika maqom (baca; tingkatan) itu sudah didapatkan, maka Runtuh Langit Keangkuhan, sebab segala yang ada di dunia ini pada akhirnya akan kembali kepada Tuhan, maka apalah artinya sebuah keangkuhan? Toh semuanya akan ditinggalkan saat menghadapTuhan?
Dalam perspektif budaya, makam adalah sebuah tempat suci yang mengandung aura yang berbeda dengan kekuatan tempat lainnya yang dianggap tidak sakral. Sebagai tempat suci, makam memiliki aura yang berbeda sehingga penghormatan yang diberikan tentunya juga berbeda (Syam, 128: 2011). Maka, di hampir semua makam, tidak diperkenankan untuk berkata kotor, membuang sampah sembarang, dan di makam-makam tertentu—seperti halnya makam-makam para wali—bahkan diselubungi lambu putih juga wewangian dan bunga-bunga. Dari situ dengan ziarah, kita saksikan makam yang anggun¸sebagai media muhasabah (introspeksi diri) untuk mengerti lukisan kefanaan yang sebenar-benarnya.

Ziarah juga sebagai cara untuk menapak tilas tentang spiritualitas seseorang, bahkan tentang kepahlawanan (baca; ketokohan) seseorang, yang dapat diambil pelajaran untuk bisa mengilhami dalam menghadapi kehidupan. Bahwa sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia yang lain. Hal itu dapat ditemukan dalam ziarah para wali, selain dijadikan momen berdoa, ziarah juga untuk mempelajari kehidupan terdahulu para wali, sehingga bisa dijadikan motivasi dalam menjalani kehidupan di dunia.
TENTANG KWANYAR

Memuncak cerita jejak surga
Sunan Cendana, rahasia

Kamar Cinta, 2006-2013
MGC—dengan keeksotisan puisi alitnya—mengajak kita untuk merenungi apa yang ia sembunyikan dalam puisinya. Dalam “Tentang Kwanyar”, MGC mangabarkan betapa abadi sebuah nama yang telah memberikan kontribusi konkrit kepada masyarakat, yaitu dengan jalan penyebaran agama Islam, yaitu Sunan Cendana.
Dalam puisi ini MGC mengajak kita “napak tilas” kehidupan Sunan Cendana, sebab apa nama Sunan Cendana menjadi nama yang selalu dikenang, dan makamnya selalu menjadi salah satu tujuan wisata religi, tentu ada sejarah yang melatarbelakanginya dan tujuan yang melatardepaninya. Satu hal yang khas adalah MGC memotret realitas yang tidak biasa, jika judul “Tentang Kwanyar” diterawang, barangkali kita hanya akan menemukan informasi tentang apa itu Kwanyar secara definitive, namun MGC menyuguhkan sesuatu yang lain, bahwa ada “rahasia yang tersembunyi” di sebuah tempat bernama Kwanyar. MGC mengatakan bahwa di Kwanyar memuncak cerita jejak surga. yaitu jejak suci yang telah ditinggalkan Sunan Cendana.
Di baris terakhir MGC menuliskan /Sunan Cendana, rahasia/. Kata “rahasia” mengingatkan saya pada kitab “Nashoihul ‘ibad” karangan Muhammad Nawawi Bin ‘umar al Jawi yang dalam salah satu babnya mengatakan bahwa salah satu yang dirahasisakan Tuhan adalah perihal “waliyullah”. Menurut kitab itu, bahwa “waliyullah” diistimewakan Tuhan, sehingga keberadaannya dirahasiakan. Untuk kemudian orang-orang saling mencari “rahasia itu” dan seketika telah ditemukan, “Rahasia” itu menjadi sesuatu yang bernilai tinggi, dikagumi dan dilestarikan.

Apa yang telah saya urai dari puisi alit MGC meyakinkan saya bahwa puisi sebagai media ekspresi spiritual, memberikan substansi bagi keindahan di dalam kata-kata, tetapi tidak mengurangi sisi moralitasnya. Puisi menjadi menarik karena adanya keterbatasan bahasa untuk menerangkan sisi keindahan, yakni keindahan pengalaman mistis yang telah dialami penyair. Sesungguhnya, pada sisi lain dunia, masih banyak kejadian-kejadian yang tidak dapat diterima oleh panca indera manusia tentang keindahan, pengetahuan, pemahaman dan wawasan.
Pengalaman religiusitas penyair telah mengendap di alam bawah sadarnya akan membentuk karakter bagi karya-karyanya. Ada keterkaitan antara religiusitas penyair dengan karyanya. Religiusitas penyair menghidupi teks, walaupun saat tertuliskan dan berada dalam pembacaan oranglain religiusitas teks tidak menjadi hilang, teks akan dihidupkan kembali oleh pembacanya menggunakan perspektif pembaca yang sangat mungkin tidak berbeda jauh dengan makna yang dikehendaki penyair, karena dalam ekspresinya penyair juga dibatasi ruang pemahaman publik dalam kebudayaan tertentu. Wallohu a’lam.

Dimas Indianto S. Penyair dan Esais, Lurah Pesantren Mahasiswa An Najah Purwokerto. Pengelola Komunitas Pondok Pena Purwokerto.

MELIHAT SUNSET PADA SEBUAH SENJA


Oleh Aiyu NaRa 
 
Berjalan-jalan di dokumen grup puisi 2,7, saya tertarik dengan dua puisi milik dua penyair. Puisi ini unik di mata sad ya, ditulis oleh dua penyair yang mempunyai nama depan yang sama, Moh Ghufron Cholid dan Muhammad J, serta memakai diksi "senja" pada masing-masing puisinya. Meskipun diksi "senja" secara umum sudah lazim dipakai oleh para penyairi, namun saya melihat puisi kedua penyair ini mempunyai benang merah yang kuat, meski dengan latar yang berbeda.
Perhatikan dua puisi berikut ini:

MENERJEMAHKAN RANTAU                  
: pipiet senja                                       

Tanah rantau telah pukau                    
Kau seharum tembakau                    

Moh. Ghufron Cholid, 2013                    

SUNSET

ditatap seorang senja
senyum dan tangis disatukannya

Muhammad J, 1.8.2013

Biografi singkat Pipiet Senja
Pipiet Senja, nama yang tidak asing lagi bagi kalangan penulis. Sastrawati dari sunda yang lebih akrab dipanggil "manini" ini disebut sebagai ratu fiksi Indonesia. Puluhan buku novel, kumcer, dan puisi, lahir dari tangannya. Ia juga dikenal sebagai Teroris (tukang teror menulis) dan juga motivator di kalangan BMI (Buruh Migran Indonesia). Namun siapa sangka, ditengah aktifnya ia sebagai seorang penulis, ia harus bergelut dengan penyakit seumur hidupnya, Thalasemia, penyakit kelainan darah bawaan yang dideritanya sejak umur 11 tahun. Penyakit ini tak bisa disembuhkan, dan seumur hidupnya Pipiet Senja harus melakukan transfusi darah.
Namun penyakit ini, justru mendorong Pipiet Senja semakin giat menulis sampai sekarang.

Fisiknya yang lemah tak menghentikan niatnya untuk terus memberikan teror menulis ke penjuru dunia. Ia sering diundang ke berbagai daerah dan negara untuk memberikan seminar dan motivasi menulis. Buruh Migran Indonesia adalah salah satu sasaran teror menulisnya. Bersama BMI Hongkong, di tahun 2011, Pipiet Senja menerbitkan sebuah buku yang berjudul "SURAT BERDARAH UNTUK PRESIDEN. '


Kembali kep puisi Moh. Ghufron Cholid
MENERJEMAHKAN RANTAU
: pipiet senja

Tanah rantau telah pukau
Kau seharum tembakau

Madura, 2013

Puisi ini, saya masih ingat, ditulis bertepatan dengan kunjungan Pipiet Senja ke Madura. Bisa jadi hal inilah yang mendorong MGC untuk menuliskannya.
MGC, mengambil judul "MENERJEMAHKAN RANTAU" dengan anak judul "pipiet senja"
"menerjemahkan"...> menyalin, mengalihbahasakan.
"rantau"...> daerah di luar daerah atau kampung halaman sendiri. Bisa luar kota, luar pulau, atau luar negri.

Lalu apa yang dapat dibaca dan dipahami dari judul dan sub judul tersebut? Dari biografi singkat tersebut telah sedikit dijelaskan bagaimana semangat Pipiet Senja dalam menebar virus menulisnya, baik di dalam negri maupun di luar negri. dalam sebuah kutipannya, Pipiet Senja menyebutkan "Menulislah, maka kau akan dikenang"
Tentu saja hal ini benar adanya. Apa yang akan ditinggalkan penulis ketika ia wafat? Adalah buah karya, pemikiran-pemikiran penulislah yang akan dikenang dan diwariskan. Seperti Chairil, yang selalu hidup lewat puisi-puisinya.

Dalam setiap kesempatan menebar virus menulis, Pipiet Senja selalu mengatakan "tulislah apa yang ingin kau tulis. Tulis... tulis... dan tulis. Dan MGC, dengan cermat merangkaikannya dalam sebuah judul yang tepat. Ini tentu saja erat hubungannya dengan  bagaimana seorang Pipiet senja, mengajak dan mendorong orang-orang di manapun, untuk menulis perasaan, emosi, imajinasi, menyalin dan mengalih bahasakan apa yang dilihat dan dirasakan ke dalam sebuah tulisan.

Masuk ke dalam tubuh puisi:
"Tanah rantau telah pukau
Kau  seharum tembakau"

Bagaimana tidak, seorang Pipiet Senja, di dalam keterbatasan kesehatannya, dia tetap aktif berkarya, menulis dan berbagi, di mana pun dan kapan pun. Tak hanya di daerah-daerah dalam negri, tapi juga sampai ke luar negri. Tak hanya kepada pelajar, mahasiswa, atau pun santri. Tapi juga kepada pekerja, ibu rumah tangga sampai BMI. Penyakit Thalasemia yang dideritanya bukan menjadi penghalangnya untuk terus berkarya. Namun dijadikannya kekuatan untuk tetap berkarya.

Sesungguhnya Allah SWT berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah dan kuatkanlah kesabaranmu..." (QS. Ali Imron: 200)

"Jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu, dan sesungguhnya yang demikian itu sungguha berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu', (yaitu) orsng-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-NYA." (QS. al Baqoroh,2:45-46)

Ketidak menyerahan seorang Pipiet Senja, menjadikan penyakitnya sebagai teman kolaborasi dalam menulis, sungguh telah menarik mata dunia kepadanya.

Masih dalam "senja", kali ini saya ingin menyelami puisi dari Muhammad J.
Sama-sama menggunakan diksi "senja", MJ mengemas puisinya dalam pola tuang 2,7 dengan judul yang cantik.

SUNSET

di tatap seorang senja
senyum dan tangis disatukannya

MJ 1.8.13

Berbeda dengan MGC, dalam puisi MJ tidak terdapat sub judul. Memasuki judul puisi "SUNSET" pembaca akan ditarik ke dalam ruang imajinasi, matahari tenggelam dengan rona-rona jingga di selelilingnya, dan cahaya keemasan di garis horizon.
Peristiwa terbenamnya matahari adalah masa transisi antara terang dan gelap. Terang yang merupakan  tanda-tanda kehidupan, di mana makhluk hidup beraktifitas dan bergerak di siang hari. Manusia bekerja, tumbuhan berfoto sintesis, hewan-hewan beraktifitas mencari makan, semuanya dilakukan pada siang hari.
Gelap, yang merupakan tanda-tanda beristirahatnya denyut kehidupan. Makhluk hidup: manusia, tumbuhan, hewan pada umumnya akan mengistirahatkan tubuhnya pada malam hari.
Dalam filosofi, SUNSET sering dianalogikan sebagai masa transisi kehidupan dan kematian.

Memasuki tubuh puisi:
"ditatap seorang senja
senyum dan tangis disatukannya"

Antara judul dan larik pertama, terdapat korelasi yang kuat. SUNSET,peristiwa matahari tenggelam ini terjadi pada waktu senja. Di mana hal ini di tandai dengan munculnya cahaya jingga keemasan pada garis horizon. Dalam puisi di atas , MJ menyebut "senja" sebagai "seorang". Lalu siapakah "senja" di mata MJ?
Mari kita lihat lebih dekat.

Sunset terjadi pada waktu senja. Namun pada waktu senja belum tentu terlihat sunset. Hal ini bisa saja terjadi karena cuaca yang tidak bagus, seperti mendung, hujan, kabut dan sebagainya. Artinya hanya ketika waktu cerah, sunset dapat terlihat. Warna jingga emas pada horizon, bisa dianalogikan sebagai tingkat kematangan seseorang. Bisa kedewasaan, kemapanan dalam hal kerohanian atau keimanan.

"daitatap seorang senja/ senyum dan tangis disatukannya"
Senja yang dapat menghadirkan sunset, matahari tenggelam dengan cahaya jingga keemasan  pada garis horizon adalah senja yang cerah tanpa kabut tanpa hujan. Dari sini seolah penyair igin menyampaikan pesan, bahwa tingkat kematangan kerohanian/ keimanan seseoranglah yang mampu menghadirkan cahaya/ aura yang berpendar. Seseorang yang mempunyai keimanan yang kuat dan matang, akan mampu menghadapi segala bentuk ujian. Baik itu dalam bentu kesenangan maupun kesedihan. Seseorang yang beriman, dia akan mampu tetap tersenyum di dalam kesedihannya.


hadapi dengan senyuman
semua yang terjadi biar terjadi
hadapi dengan tenang jiwa
semua 'kan baik-baik saja

bila ketetapan Tuhan
sudah ditetapkan, tetaplah sudah
tak ada yang bisa merubah
dan takkan bisa berubah
... *)

Hal inilah yang dilakukan Pipiet Senja. Ia, telah mengajarkan bagaimana tetap tersenyum dan tetap semangat di dalam menghadapi segala ujian. Pipiet senja dengan Thalasemia, dalamsakitnya, ia tetap mendedikasikan waktunya untuk berbagi dalam sastra.

Aiyu Nara, Madiun 21.8.14

Referensi Biografi Pipiet Senja: dari berbagai sumber
Lirik lagu Dewa 19, "Dengan Senyuman"
Firman Allah tentang sabar

MENYANDINGKAN PUISI MOH. GHUFRON "MENGGAMBAR RUPA CINTA BANGSA" DAN PUISI SUTARDJI "TANAH AIRMATA" DALAM PERSPEKTIF MENCINTAI INDONESIA

Oleh Janus A Setya

"Indonesia lahir dari puisi. Teks Sumpah Pemuda yang dicetuskan pada 1928 adalah puisi yang berisi tentang imajinasi Indonesia yang satu."
(Sutardji Calzoum Bachri)
-----
SOEMPAH PEMOEDA
Pertama :
- KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH AIR INDONESIA
Kedua :
- KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA, MENGAKOE BERBANGSA JANG SATOE, BANGSA INDONESIA
Ketiga :
- KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGJOENJOENG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA
Djakarta, 28 Oktober 1928
Teks Soempah Pemoeda dibacakan pada waktu Kongres Pemoeda yang diadakan di
Waltervreden (sekarang Jakarta) pada tanggal 27 - 28 Oktober 1928 1928.
-----
Saya kutip 2 (dua) transkrip di atas dalam rangka membangun sebuah korespondensi antara puisi di satu sisi dan cinta tanah air di sisi yang lain. Betapa puisi telah menjadi benih dari kelahiran Indonesia sebagai sebuah tanah air dan bangsa. Indonesia meng-ada dari sebuah puisi. Maka tidaklah berlebihan apabila puisi pada gilirannya selalu menjadi pengawal dan kekasih sejati Indonesia. Hingga kapanpun akan tercipta puisi untuk Indonesia. Ungkapan rasa cinta dari penyair tentang mencintai Indonesia. Cinta yang berawal dari rasa memiliki Indonesia seutuhnya. Cinta bangsa cinta tanah air: Indonesia. Cinta yang menurut Erich Fromm sebagai cinta yang memberi, memberikan diri, hidup, sukacita dan dukacita.
-----
MENGGAMBAR RUPA CINTA BANGSA

Ketika cinta jadi sukma
Segala duka tiada berbunga
Ketika bangsa adalah nyawa
Menyematkan muruah tiada kecewa

Retak bangsa retak tubuh
Tiada utuh segala mahabbah
Kibarkan merah putih di hati
Nyeri menepi tiada henti

Cinta bangsa tanda iman
Gugur perang tanda pahlawan
Menyemai merdeka sepenuh pengabdian
Tiadalah gusar menempati badan

Indonesia bangsa besar jaya
Jangan dilepas ragam daerah
Biarkan tapa segala cinta
Saatnya bersatu kalahkan penjajah

Madura, 12 Oktober 2014
Moh. Ghufron Cholid
Puisi 444

TANAH AIRMATA
tanah airmata tanah tumpah darahku
mataair airmata kami
airmata tanah air kami

di balik gembur subur tanahmu
kami simpan perih kami
di balik etalase megah gedungmu
kami coba sembunyikan derita kami
kami coba simpan nestapa
kami coba kuburkan duka kami
tapi perih tak bisa sembunyi
ia merebak ke manamana

bumi memang tak sebatas pandang
dan udara luas menunggu
namun kalian takkan bisa menyingkir
ke mana pun melangkah
kalian pijak airmata kami
ke manapun terbang
kalian kan hinggap di airmata kami

ke mana pun berlayar
kalian arungi airmata kami
kalian sudah terkepung
takkan bisa mengelak
takkan bisa ke mana pergi
menyerahlah pada kedalaman airmata kami

1997
Sutardji Calzoum Bachri

Membaca puisi Moh. Ghufron berjudul MENGGAMBAR RUPA CINTA BANGSA, saya membayangkan Moh Gufron sebagai seorang pelukis yang telah membuat sebuah lukisan naturalis bertemakan kecintaan terhadap Indonesia yang dituangkannya dalam sebuah puisi pola 444.
Saya mencoba menyandingkan lukisan naturalis Moh. Ghufron tersebut dengan puisi Sutardji Calzoum Bachri berjudul TANAH AIRMATA yang dalam imajinasi saya adalah sebuah lukisan ekspresionis. Rasa baca saya bergeser menjadi rasa penghayatan sebagaimana jika menikmati sebuah lukisan.

Ternyata kesimpulan awal saya mengatakan bahwa kedua lukisan tersebut memiliki kesamaan tema dan cita rasa. Keduanya mampu memberi resapan rasa cinta terhadap tanah air Indonesia. Yang satu dalam gaya naturalis dan satunya lagi dalam gaya ekspresionis. Keduanya sama-sama memberi imaji yang kuat tentang cinta Indonesia.
Moh. Ghufron membesut tajuk puisinya dengan judul yang bertumpu pada diksi /bangsa/. Diksi bangsa yang diasosiasikan sebagai Indonesia terus dipergunakan penyair dalam isi puisi. Galibnya ciri lukisan naturalis sejak judul hingga isi, puisi ini sangat kental dengan kecermatan detail obyek lukis. Penyair melalui judul puisi sudah mulai mengimajinasikan cinta Indonesia. Jika kita rujuk makna bangsa dalam KBBI, bangsa adalah kelompok masyarakat yang bersamaan asal keturunan, adat, bahasa, dan sejarahnya, serta berpemerintahan sendiri.

Sementara Sutardji melukis dalam gaya ekspresionis yang begitu kuat dengan sapuan kuas dan permainan warna yang sangat ekspresif. Tardji lebih memilih diksi /tanah air/ sebagai asosiasi Indonesia. Terasa lebih sublim dan tidak sekadar Indonesia secara fisik artifisial. Bahkan judul yang digoreskan dalam kanvas lukisnya sudah ditajuki "Tanah Air Mata". Tanah yang basah bukan hanya karena air tapi karena air mata. Dan air mata adalah simbolisme dari duka yang mendalam. Duka yang disebabkan oleh cinta yang mendalam.
Menurut KBBI, tanah air adalah negeri tempat kelahiran.
-----
Selanjutnya saya akan telisik bait perbait dari masing-masing puisi. Kebetulan keduanya sama-sama memiliki 4 bait puisi walau masing-masingnya berbeda pola tuang dan jumlah larik setiap baitnya.
-----
Bait 1 Puisi Moh. Ghufron:
Ketika cinta jadi sukma
Segala duka tiada berbunga
Ketika bangsa adalah nyawa
Menyematkan muruah tiada kecewa

Bait 1 Puisi Sutardji:
tanah airmata tanah tumpah darahku
mataair airmata kami
airmata tanah air kami

Bait 1 kedua puisi secara tersirat sama-sama menegaskan tentang klaim memiliki Indonesia dengan segala kehormatan dan harga diri. Jika Moh. Ghufron menegaskannya lewat "muruah tiada kecewa" maka Tardji menyatakannya dengan "tanah air mata tanah tumpah darahku".
Pernyataan Moh. Ghufron bahwa Indonesia adalah nyawanya dinyatakan oleh Tardji sebagai "air mata mata air kami"
Kedua puisi seolah sama-sama menegaskan bahwa cinta mereka kepada Indonesia bukanlah cinta yang ala kadarnya, tapi cinta yang bertaruhkan nyawa.
-----
Bait 2 Puisi Moh. Ghufron:
Retak bangsa retak tubuh
Tiada utuh segala mahabbah
Kibarkan merah putih di hati
Nyeri menepi tiada henti

Bait 2 Puisi Sutardji:
di balik gembur subur tanahmu
kami simpan perih kami
di balik etalase megah gedungmu
kami coba sembunyikan derita kami
kami coba simpan nestapa
kami coba kuburkan duka kami
tapi perih tak bisa sembunyi
ia merebak ke manamana

Kedua puisi lagi-lagi membuat pernyataan yang sama, merintihkan sesuatu yang sama.
Kesakitan karena retak tubuh yang dirasakan oleh Moh. Ghufron dan perih yang dirasakan oleh Tardji di balik gembur subur tanah dan etalase megah gedung.

Di bait 2 inilah ungkapan rasa cinta kepada Indonesia berbuntut rasa khawatir kedua penyair disebabkan begitu banyaknya ketidak senonohan yang terjadi. Tersirat misalnya perilaku saling berebut kuasa, juga berlomba-lombanya anak bangsa korupsi dan manupulasi yang merongrong bangsa. Di bait inilah sesungguhnya duka terasa begitu pedih. Duka yang disebabkan oleh rasa cinta kedua penyair pada Indonesia.
-----
Bait 3 Puisi Moh. Ghufron:
Cinta bangsa tanda iman
Gugur perang tanda pahlawan
Menyemai merdeka sepenuh pengabdian
Tiadalah gusar menempati badan

Bait 3 Puisi Sutardji:
bumi memang tak sebatas pandang
dan udara luas menunggu
namun kalian takkan bisa menyingkir
ke mana pun melangkah
kalian pijak airmata kami
ke manapun terbang
kalian kan hinggap di airmata kami
ke mana pun berlayar
kalian arungi airmata kami

Bait 3 menjadi semacam pernyataan sikap dari kedua penyair terhadap keadaan mutakhir yang terjadi di negeri ini. Kedua penyair sama-sama tak rela jika kekasihnya, Indonesia dikhianati dan disakiti, baik oleh bangsa lain maupun oleh perilaku anak bangsa sendiri.Moh. Ghufron menyatakannya dengan "gugur perang tanda pahlawan" sementara Tardji dengan lebih mengiris-iris menyatakan: "kalian tak bisa menyingkir, ke manapun melangkah kalian pijak air mata kami" Secara dramaturgi bait 3 kedua puisi menjadi klimaks dari perjalanan rasa cinta yang digambarkan oleh kedua penyair.
-----
Bait 4 Puisi Moh. Ghufron:
Indonesia bangsa besar jaya
Jangan dilepas ragam daerah
Biarkan tapa segala cinta
Saatnya bersatu kalahkan penjajah

Bait 4 Puisi Sutardji:
kalian sudah terkepung
takkan bisa mengelak
takkan bisa ke mana pergi
menyerahlah pada kedalaman airmata kami

Pada bait 4 inilah kedua penyair sama-sama mendiskripsikan sebuah harapan tentang kelanggengan cinta keduanya kepada Indonesia. Cinta yang harus selalu diselamatkan dan terus disempurnakan sebagai cinta abadi.
Moh. Ghufron dengan pernyataannya "saatnya bersatu kalahkan penjajah" dan Sutardji dengan sebuah himbauan kalau tidak mau disebut sebuah ancaman: "menyerahlah pada kedalaman air mata kami".
-----
Sampai kapanpun puisi akan menjadi kekasih sejati Indonesia.
Wassalam.
Sumber: google