SELAMAT DATANG TO MY
Rumah karya moh. ghufron cholid, anda bisa bertamasya sambil membaca semua karya dan bisa mengomentarinya dengan penuh perenungan dan berdasar selera masing-masing. Jangan lupa ngisi data kehadiran.Ok!

Kamis, 03 Juli 2014

MEMAKNAI MATARINDU PENYAIR


Oleh Moh.Ghufron Cholid

PEMBUKAAN

Puisi selalumenjadi hal yang menarik untuk dikaji dan ditelisik. Puisi selalu menjadisahabat terdekat dalam meraungkan risalah hati. Mengapa harus puisi yangditulis untuk mengabadikan harapan, pandangan, pengalaman dan semacamnya,barangkali karena puisi bisa menyapa tiap sisi kehidupan.

Berbicarapuisi, saya pun terkenang dengan Hamid Jabbar, penyair yang menghembuskan nafasterakhir di atas panggung, kesetiaannya pada puisi hingga setianya hidupmenutup mata. Paling tidak, Hamid Jabbar menjadi salah satu contoh dari beragamcontoh betapa puisi sangat memikat mata hati.

Kita tinggalkansejenak cerita tentang penyair legendaris Hamid Jabbar, lalu kita memasukisebuah rumah karya yang bernama Dua Koma Tujuh, sebuah rumah puisi yangdiperkenalkan oleh Mas Imron Tohari di sebuah jejaring social bernama FB.

Group yangsangat menarik, yang paling sering melahirkan puisi, puisi telah menjadirumput-rumput yang semakin rimbun, menjadi pohon-pohon yang semakin rindangdaunannya. Banyak bertebaran puisi, yang ditebarkan oleh penghuni rumah ini. Beragam pandangandipaparkan, beragam harapan disajikan yang kesemuanya hanya ingin menunjukkanbetapa puisi sangat tumbuh subur dan sangat diminati.

Saya pun sangat betahberkunjung dan berlama-lama singgah di rumah bernama Dua Koma Tujuh yang diperkenalkan oleh Mas Imron Tohari dan dirawatnya rumah tersebut bersamarekan-rekannya dengan penuh semangat karya dan semangat kekeluargaan.

Mengenai lebih detail pengenalan rumah puisi Dua Koma Tujuh bisa dibaca langsung di dokumengroup. Namun saya tak hanya ingin berbicara tentang rumah tersebut, saya jugaingin membahas beberapa puisi yang selaksa bunga rekah yang bermekaran dipekarangan rumah.

Saya pun berniat membahas beberapa puisi bertema rindu yang ditulis oleh beberapapenyair yang menghuni rumah Dua Koma Tujuh, mengapa harus mengambil tema yangsama dan judul yang sama? Barangkali karena kesamaan adalah suatu hal yangsunnatullah, namun seberapa besar penyair menyajikan tema dan judul yangpastinya akan berbeda cara penyajiannya.

Menulis puisi bisa diibaratkan memasak.Bumbu boleh sama, menu masakan boleh sama namun lain yangmemasak, lain pula rasa yang akan diterima oleh penikmatnya. 1. Rindu karya Fahmi Mcsalem 2. Rindu karya Yusti Aprilina 3. Rindu karya Dian Ambarwati.

MEMASUKI PEMBAHASAN

Penyair Rindu,ya bagaimana kalau penyair dilanda rindu apa yang akan dilakukannya? Berdiam diriataukah akan ditulis kisahnya dalam puisi. Hal ini yang ingin saya ketahui,oleh sebab itu, saya mengumpulkan puisi rindu yang ditulis oleh ketiga penyair.

Tema dan judulboleh sama, lalu apakah diksi yang disajikan akan sama, untuk mengetahuinya, takada salahnya kalau kita membaca puisi rindu berikut ini;

RINDU

Menggelegar magma di relung batin
Wajahmu tumpah

2013

Fahmi Mcsalem, mewakilkan segenap perasaan rindunya dalam puisi yang hanyatersaji dalam dua larik pada satu bait puisinya. Ia mengerahkan segala pikiran,tenaga dan segala upaya, agar rindu yang begitu magma tak hanya dirasakannyaseorang diri.

Pada baris pertama ia menulis, Menggelegar magma di relung batin,betapa rindu yang menggelegar seperti magma di relung batinnya. Betaparindu, telah mengusik ketenangannya. Betapa rindu sangat bertahta dalamhidupnya.

Ia menambahkan daya pada katanyadengan menambahkan imbuhan me-ng, kata-kata bertenaga yang diharapkanmampu memberikan kesan, bahwa rindu yang mendera tak sekedar main-main. Bahwa rinduyang menyapa mampu menimbulkan goncangan yang begitu dahsyat bagi batinpenyair.

Menggelegar magma di relung batinyang ditulis pada baris pertama adalah pemilihan diksi untuk menimbulkan dayarenung, agar kita sebagai pembaca bisa ikut dalam rindu yang dialamipenyairnya. Penyair sengaja tak melanjutkan perasaan yang ia alami, agar kitaselaku pembaca bisa menebak-nebak, apakah yang akan terjadi saat rindu menjadigelegar magma di relung batin.

Setelah kita puas, menebak-nebakkelanjutan diksinya berdasarkan versi kita selaku pembaca atau penikmat, makasecara tegas, penyair melanjutkan magma rindu dalam relung batinnya, ia punmenulis Wajahmu tumpah.
Jika mengacu pada ‘mu’ maka kitaselaku pembaca bisa menduga bahwa yang dimaksud ‘mu’ dalam puisi ini adalah seseorangyang sangat berarti dalam hidupnya. Bisa ibu, bisa ayah, bisa kakak, bisa adik,bisa guru atau pun kekasih.

Hal ini menjadi semakin jelas, setelah membaca kata‘tumpah’. Yang bisa ditatap dengan jelashanyalah orang-orang terdekat yang masih makhluk ciptaan, karena tidak mungkinciptaan bisa melihat wajah pencipta.

Karena wajah pencipta takkan pernah mampudiindra oleh pencipta. Kalau pun mau dipaksakan bisa diindra, hanya seolah-olahbisa disaksikan seperti konsep ihsan yang ada dalam hadits Arba’ien Nawawi. Rindu yang dialami penyair dalampuisi ini bisa dinamakan rindu yang bersifat duniawi yakni rindu pada segalahal ciptaan Tuhan yang begitu memikat batinnya.

Rindu yang dialami penyair dalampuisi ini, masih belum tegas, apakah kerinduan yang dialami menimbulkan rasakecewa. Ia hanya menyajikan dengan datar, wajahmu tumpah, tak kesan kesedihandan kebahagiaan yang ingin ia tampakkan dengan begitu menonjol, hanya sebatasmengabarkan, bahwa wajahnya masih lekat dalam ingatan.

Marilah kita berpindah pada rinduyang disajikan oleh Yusti Aprilina, saya kutippuisinya secara utuh;
RINDU

bertengger di ranting ingatan
terjatuh melukai sukma

2013

Yusti Aprilina menghadirkan puisinya dalam satubait berpola dua koma tujuh , lalu kita kaji bagaimana seorang Yusti Aprilina memaknai rindu yang menyapajiwanya. Pada baris pertama ia menulis, bertengger di ranting ingatan, apa yangbertengger? Bukankah yang biasa bertengger adalah burung.

Dalam puisi,kita mengenal diksi (pilihan kata), di sinilah kepekaan penyair dipertaruhkan. Iabegitu piawai mengawinkan bertengger dengan ranting ingatan, karena yangdimaksud bertengger dalam puisi ini bukan burung melainkan rindu maka rantingingatan bisa kita maknai kenangan masa lalu yang masih lekat dalam ingatan.

Jika kita teruskan mengkaji puisi ini pada baris kedua maka akan kita temukan betapategas penyair memandang rindu, di baris kedua ia tulis¸ terjatuh melukaisukma.

Rindu memangserupa mata pisau, bisa bermanfaat namun bisa juga sangat membahayakan jiwabila salah memakainya. Begitu pula rindu yang dialami oleh penyair, betaparindu sangat pekat. Tak ada yang ia temukan dalam rindu. Rindu hanya memberinyaluka. Rindu hanya memberinya pengalaman pahit.

Penyair inginberbagi rasa pada kita, betapa manusia juga memiliki sisi yang sangat rapuhbila berhadapan dengan rindu. Betapa ketegaran manusia begitu jelas teruji saatia berpapasan dengan yang namanya rindu.
Rindu dalampuisi ini bisa dimaknai pengalaman pahit. Pengalaman yang sangat mengiris hati.Mengapa harus dinamai rindu, bukankah rindu itu sangat indah. Bukankah rinduselalu membuat orang bahagia, karena ada moment indah yang tak ingin dihapuswaktu.

Tapi apapun itu, penyair telah mengambil keputusan dan telah memaknairindu dalam puisinya maka kita sebagai pembaca harus bijak menyikapinya, karenatiap orang memiliki pandangan-pandangan yang tak mungkin sama, kalau pun adakesamaan pasti ada yang membedakanseperti puisi-puisi yang disajikan oleh para penyair, tema dan judul sama namundiksinya berbeda.

Lalu bagaimanaseorang Dian Ambarwati memaknai rindu dalam puisinya, marilah kita simak pandangannya,
RINDU
Tak terasa menggantung air mata
Padamu: putriku
PC, 11072013

Rindu bisa ditujukan pada siapasaja, Tuhan ataupun orang-orang terdekat kita, namun Dian Ambarwati menjatuhkanpilihan rindu pada putrinya. Mengapa rindu ia tujukan padaputrinya? Barangkali karena ia seorang ibu.

Seorang yang penuh cinta, yangtelah mengizinkan janin bertapa dalam rahimnya selama Sembilan bulan lamanya. Seorangyang telah berjuang mati-matian untuk mengantarkan buah hatinya untuk pertamakalinya menatap dunia (baca betapa sakitnya melahirkan). Karena buah hati adalah pelitabagi keluarga yang dilanda gulita. Karena buah hati perekat bagi keluarga yang hamperretak. Karena buah hati adalah sosok yang paling dekat dengan ibu.

Pada bait pertama ia menulis Tak terasa menggantung air mata , betapa kerinduan begitu dekat dan begitubertahta di hati seorang ibu kepada buah hatinya. Betapa cinta seorang ibumelebihi apa pun yang berharga di dunia ini.

Betapa keinginan seorang ibu,menatap buah hatinya bahagia, adalah hal yang paling diminati.
Betapa kecemasan seorang ibu saatberpisah dengan putrinya adalah kecemasan yang tak bisa ditemukan lawantandingnya maka ketika rindu begitu anggun mendera tak terasa airmata jatuh.

Di baris kedua ia menulis,Padamu: putriku. Kecintaan ibu pada putrinya adalah kecintaan ibu yang melebihinyawanya. Betapa daun-daun usia seorang ibu gugur akan tak terasa saatmenyaksikan anaknya bahagia.

Betapa perpisahan seorang ibudengan putri kesayangannya adalah perpisahan yang penuh airmata, Perpisahan yangtak henti meminta ketabahan, maka kerinduan pada kenangan masa lalu, saat-saatkebersamaan masih menyapa adalah surga yang tak bisa dilupakan.

PENUTUP

Betapa menariknya membaca puisi,mengetahui wajah rindu yang ditulis para penyair dalam puisinya. Betapa tiap penyair memiliki diksi yang berbeda dalammenyampaikan rindu. Betapa kesamaan tema dan judul, tak membuat penyairmemiliki diksi yang sama persis karena setiap penyair memiliki rasa yangberbeda yang kelak menunjukkan ciri khasnya.

Betapa rinduserupa dua mata pisau yang kadang membuat kita bahagia, kadang pula membuatkita terluka. Betapa dengan rindu, ketegaran dan kerapuhan seseorang begitujelas terasa.
Betapa rinduseorang ibu pada buah hati adalah rindu yang bertabur airmata. Rindu yangselalu meminta ketabahan. Betapa seorang ibu, tidak bisa dipisahkan dengan buahhati karena perpisahan bermakna airmata.

Betapa kita (sebagaipembaca)dituntut lebih arif dan bijaksana dalam menafsirkan rindu yang dialamioleh pengkarya sebab pengkarya juga manusia yang memiliki kerapuhan dalammemaknai rindu. Maka tak salah jika ada pepatah manusia tempat salah danlupa.

Namun darisinilah kita dituntut untuk lebih bijaksana dalam menempatkan rindu, sehinggarindu tak hanya memberikan airmata melainkan juga memberikan kebahagiaan.

Kamar Cinta, 23 Juli 2013/14 Ramadhan 1434 H
Daftar Pustaka
http://www.opoae.com/2013/04/betapa-sakitnya-proses-melahirkan-bayi.html
http://bahasa.kompasiana.com/2010/10/09/diksi-diksi-dalam-puisi-284254.html

Tidak ada komentar: