Oleh : Moh. Ghufron Cholid
Puisi bisa menjadi salah satu alasan dari sekian alasan seseorang untuk 
mengekalkan pandangan pada sebuah peristiwa yang dianggap penting dan 
frieska lewat puisi berjudul JEMARI TUA IBU, telah mengekspresikan 
segenap pandangan yang berdesakan meminta segera ditulis. Moh. Ghufron 
Cholid
J
EMARI TUA IBU
kulit lembutnya memecah
menyentuh membelai melabuhkan cinta
Frieska, bdg 2015
Kali ini Frieska hadir dengan judul yang biasa tampa menyuguhkan daya 
pikat di bagian judul. Barangkali frieski hendak bertaruh, apakah judul 
yang biasa sudah pasti memiliki isi yang biasa? Apakah ada yang lebih 
dulu dari frieska yang membuat judul biasa namun isinya tak sesederhana 
judulnya? tentu ada sebut saja sapardi dengan puisi hujan bulan juni, d 
zawawi imron dengan puisi berjudul ibu dan lain sebagainya.
JEMARI TUA IBU adalah judul yang biasa namun penyair selalu punya cara 
melihat sesuatu dengan cara pandang yang tak dimiliki mata awam, ianya 
selalu berusaha menggali hal tak tampak di sebalik yang tampak. Kalau 
mengamati judul secara berkelanjutan dan berulang tak ada tanpa yang 
bisa didapat selain menegaskan tentang usia yang semakin tua. Lain 
halnya jika kita masuk dalam ide yang dicipta lewat diksi-diksi yang 
dihadirkan.
kulit lembutnya memecah, baris pertama telah dihadirkan frieska yang 
coba mengintimi keistimewaan yang bermukim di jemari tua ibu, yang 
menegaskan, segala yang menjadi kebanggan diusia muda bagi seorang 
perempuan pada akhirnya akan mengalami perubahan rupa. Ketak kekalan 
akan mengintimi perlahan, kekaguman akan menyurut, semisal laut yang 
kadang pasang kadang pula surut.
kulit merupakan mahkota perempuan dari sisi fisik. kulitlah yang kerap 
menjadi sorotan untuk menentukan seberapa berharga dan berwibawa. 
Kulitlah yang kerap diagung-agungkan perempuan pada kaumnya. Taklah 
mengherankan ada ungkapan awet muda atau perawan tua. Keberadaan kulit 
merupakan bagian vital perempuan yang berharga dari sekian panca indera 
yang bisa dilihat. Oleh sebab itu sangatlah tepat kalau Allah lebih 
menilai ketakwaan (hati) dari pada kulit (yang melekat pada tubuh).
baris pertama juga menegaskan bahwa tiada makhluk yang sempurna sebab 
kesempurnaan hanya milikNya, lalu apa yang menjadi kebanggaan ketika 
muda akan sirna beriring perubahan waktu. Kulitpun akan mengalami 
penuaan dan ketertarikan pada yang fisik akan memudar manakala yang 
menjadi pusat ketakjuban mulai sirna lantaran perubahan rupa.
kulit lembutnya memecah, membaca berulangkali akan mendapat sebuah 
gambaran tentang lunturnya pamor fisik dari yang batin. betapa fisik 
pada masanya tak mampu menaklukkan batin. betapa kecantikan atau 
kekuning langsatan takkan selamanya menjadi mahkota yang bisa 
dibanggakan sebab ianya dibenturkan dengan kenyataan tentang adanya 
penuaan.
Membaca baris pertama saya teringat film-film di televisi yang begitu 
memuja kecantikan, begitu membanggakan kulit yang dimiliki untuk 
diperdagangkan/dikomersilkan pada akhirnya karena usia bertambah tua 
menjadi semakin tak berharga dan mewakilkan airmata sebagai penyesalan.
menyentuh membelai melabuhkan cinta, pada baris kedua fries ingin 
menampilkan sosok ibu yang pro aktif. Sosok ibu tak dikondisikan sebagai
 sosok yang lemah. Barangkali fries ingin menampilkan peran vital ibu, 
yang cintanya semakin bertambah kendati usianya merendah.
Barangkali diksi-diksi ini terlintas dengan sendirinya setelah mengamati
 atau berpapasan secara tak sengaja dengan perempuan yang masih tegar 
dalam menjalani hidup dan semangat dalam menerjemahkan harapan.
Baris kedua mengingatkan saya pada perempuan tua, yang demi senyum 
anaknya berjuang tampa pernah mempersoalkan usia. Perempuan yang tak mau
 terlihat lemah di mata anak-anaknya. Perempuan yang tak ingin terlihat 
manja dalam menggenggam kebahagiaan. Panorama semacam ini bisa ditemukan
 di tempat umum utamanya di pasar-pasar.
melabuhkan cinta berasal dari dua kata yakni labuh yang mendapatkan 
imbuhan me-kan, dan kata cinta. Melabuhkan kata kerja aktif bisa juga 
disebut kata bertenaga oleh karena ianya melakukan pekerjaan bukan 
dikenai pekerjaan.
Melabuhkan cinta sama halnya telah menemukan tempat untuk mencurahkan 
cinta. Pertanyaannya sekarang pada siapa seorang ibu melabuhkan cinta? 
Paling tidak ada dua opsi yakni pada anak-anaknya atau pada Tuhannya. 
Anggapan semacam ini bisa didapat jika kita mengkombinasikan antara 
judul dan isi puisi.
Bukankah lewat jemari cinta bisa dilabuhkan, jemari ibu yang penuh cinta
 mampu menentramkan hati anak-anaknya. lewat jemari ibu pula doa-doa 
mengalir indah kekhusyuan seorang hamba pada Tuhannya terlukiskan.
Jemari yang selalu menyangga langit cinta, berharap kebahagiaan 
anak-anaknya adalah cara seorang ibu melabuhkan cinta, kasih dan sayang.
Puisi ini ditulis dengan pola tuang dua baris tujuh kata yang digagas 
oleh Imron Tohari (Indonesia), pada baris pertama berisi 3 kata 
sementara baris kedua berisi empat kata.
Pada hakekatnya pola ini bisa disajikan secara kreatif,sepanjang masih dalam koridor dua baris tujuh kata dan tak terjebak pada jebakan batman seperti yang telahditegaskan oleh penggagasnya. Mengenai filosofi dan sejarah lahirnya pola tuang ini bisa langsung ditanyakan pada saudara Imron Tohari atau bisa langsung mengunjungi group pola tuang tersebut di fb dengan membaca segenap arsip tulisan di dokumen group.
Pada hakekatnya puisi pola tuang bukanlah penghambat kreativitas, melainkan ianya berfungsi sebagai upaya penyair berdisiplin dengan aturan yang ada, di samping itu mengupayakan makna yang luas dengan pemilihan diksi yang ketat.
Madura, 11 September 2015
Biodata Penulis 
Moh. Ghufron Cholid adalah nama pena Moh. Gufron, S.Sos.I, lahir dan 
dibesarkan di lingkungan pesantren. Karya-karyanya tersebar di berbagai 
media seperti Mingguan Malaysia, New Sabah Times, Mingguan Wanita 
Malaysia, Mingguan WartaPerdana, Utusan Borneo, Tunas Cipta, Daily 
Ekspres dll juga terkumpul dalam berbagai antologi baik cetak maupun 
online, terbit di dalam maupun luar negeri seperti Mengasah Alief, 
Epitaf Arau, Akar Jejak,Jejak Sajak, Menyirat Cinta Haqiqi, Sinar 
Siddiq, Ketika Gaza Penyair Membantah, Unggun Kebahagiaan, Anjung 
Serindai, Poetry-poetry 120 Indonesian Poet, Flows into the Sink into 
the Gutter, Indonesian Poems Among the Continents, dll. Beberapa 
puisinya pernah dibacakan di Japan Foundation Jakarta (10 Agustus 2011),
 di UPSI Perak Malaysia (25 Februari 2012), di Rumah PENA Kuala Lumpur 
Malaysia(2 Maret 2012) dan di Rumah Makan Biyung Jemursari Surabaya 
dalam acara buka bersama Pipiet Senja (30 Juli 2012), di Jogja dalam 
Save Palestina (2012), di Sragen dalam Temu 127 Penyair Dari Sragen 
Memandang Indonesia (20 Desember 2012), di Pekalongan dalam Indonesia di
 Titik 13 (Maret 2013), di Sastra Reboan dalam Temu Sastra 
Indonesia-Malaysia (Agustus 2013), di P.O.RT AmanJaya, Mydin Mall dan 
Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia dalam Kongres Penyair Sedunia ke 33 
(21,23, 26 Oktober 2013), di Brunei ketika menikmati indah kampoeng air 
(7 November 2013) di Al-Izzah Islamic Boarding School Batu Jawa Timur 
dalam safari menulis bersama Pipiet Senja dkk (Juli, 2014), di RRI 
Sumenep (5 Januari 2015), di Pondok Pesantren Putri dan Putra Darul Ulum
 Banyuanyar Pamekasan (27&28 Juni 2015). Alamat Rumah Pondok 
Pesantren Al-Ittihad Junglorong Komis Kedungdung Sampang Madura. HP 
087759753073 
Sumber http://www.binarakyatnews.com/2015/09/alamat-cinta-ibu.html?m=1