SELAMAT DATANG TO MY
Rumah karya moh. ghufron cholid, anda bisa bertamasya sambil membaca semua karya dan bisa mengomentarinya dengan penuh perenungan dan berdasar selera masing-masing. Jangan lupa ngisi data kehadiran.Ok!

Minggu, 30 November 2014

ESAI TERBIT DI UTUSAN BORNEO MALAYSIA (29 nOVEMBER 2014)


MATA PENYAIR YANG MENGUNGKAP RINDU
Oleh Moh. Ghufron Cholid

Rindu rasa yang tak pernah berlari, ketika rindu menyesakkan dada puisipun bercerita. Moh. Ghufron Cholid

KANGEN


Bukit biru membeku
Telah dinginkah api cintamu....

Esti Ismawati, 2014

KERINDUAN

kubidik rembulan, pyarr!
wajahmu jatuh dalam mimpi

Frieska, 18.05.2014

TITIK NADIR

Detak jantungku, lirih memanggilMu
Engkaulah hela nafasku!

Hayat Abi Cikal, 180414


Puisi selalu menjadi salah satu alasan dari ragam alasan yang bisa ditempuh dalam menyampaikan rindu. Kali ini saya hadirkan tiga rupa rindu yang ditulis oleh Esti Ismawati dengan judul Kangen, Frieska dengan judul Kerinduan, Hayat Abi Cikal dengan judul Titik Nadir.

Ketiga penyair menghadirkan rindu dengan rupa menurut cara pandanganya masing-masing. Inilah yang membuat rindu semakin kaya dan bervariasi, semakin mengasyikkan untuk ditelusuri.

KANGEN dalam puisi ini, Esti Ismawati tidak menghadirkan diksi kangen dalam tubuh puisinya. Esti hanya memporsoalkan rindu yang sedang dijalaninya dengan orang yang sangat istimewa bagi dirinya.

Bukit biru membeku, di larik pertama Esti menyorot rindu yang dalam pandangannya berada dalam suasana yang sangat menyayat hati. Esti memanfaatkan larik pertama dengan tiga kata. Kata bukit merupakan simbol dari ketinggian atau keadaan yang sedang memuncak. Kata biru mewakili lukisan hati akan adanya rasa cinta yang jika ditarik ke judul merupakan sisi cinta yang membahas rindu. Kata beku mewakili simbol yang membahas keakraban yang mengalami kekakuan. Tak ada keriangan di dalamnya. Hubungan yang digambarkan meski berdekatan namun merasa asing oleh ianya saling menahan, tiada yang berkenan memulai memperbaiki hubungan.

Jika larik pertama ditafsirkan secara bebas maka diperoleh kesimpulan sementara bahwa hubungan asmara yang terjalin mulai retak oleh tidak adanya saling sapa. Berdekatan semisal hidup di tengah kota semakin menuju keterasingan oleh ianya tiada kemesraan, bukit biru membeku bisa bisa dikatakan keakraban yang kaku.

Telah dinginkah api cintamu.... Larik kedua yang dipaparkan Esti semakin mempertegas kegalauan seorang Esti dalam merasakan degup kangen. Esti tak lagi menemukan kemesraan, yang kegelisahan yang terus berdatangan, menyesaki dada. Hanya keraguan yang tak henti merayapi badan.

Kangen yang dihadapi Esti adalah kangen yang menyayat hati oleh ianya tak bermukim kebahagiaan di dalamnya. Kangen dalam pandangan Esti hanya cambuk yang menguliti keakraban dan semakin memadamkan api cinta. Kangen yang hanya mampu menumbuhkan keraguan. Jika Esti memilih diksi kangen untuk melukiskan rindu maka Frieska tak mau ketinggalan dalam menyuarakan rindu, segala rasa rindu Frieska ia tumpahkan dalam puisi berjudul kerinduan.

Puisi ini ditulis dengan menggunakan pola tuang dua baris tujuh kata dengan memanfaatkan larik pertama berisi tiga kata yang melukiskan tentang permulaan risalah rindu, larik kedua berisi empat kata yang membahas suasa hati rindu yang berlabuh.

Kubidik rembulan, pyarr! Frieska mewali rasa rindunya dengan pandangan optimis, ianya bergerak untuk menaklukkan rindu. Larik pertama begitu tegas digambarkan dengan kegiatan membidik rembulan yang berakhir dengan kata pyarr! Semacam ada keberhasilan yang sudah diraih frieska dalam menaklukkan rindu.  Kata rembulan yang menjadi simbol ketinggian telah berhasil dibidik suasana hati yang semula hening menjadi pecah, tumpah ruah menjadi suasana yang khidmat.

Wajahmu jatuh dalam mimpi, larik kedua semakin mempertegas keberhasilan dalam menaklukkan rindu. Wajah yang begitu asing, tatapan yang tak terjangkau karena adanya jarak tempuh telah bisa disiasati. Kerinduan telah ditemukan obat mujarab, obat itu adalah pertemuan yang meski tak terjalin dalam pertemuan di alam nyata hanya terjadi dalam pertemuan yang berlangsung lewat mimpi.

Frieska seakan ingin membuka jalan untuk bisa melaklukkan rindu ketika pertemuan tatap muka tak bisa ditempuh, sejatinya rindu itu bisa diobati lewat pertemuan batiniah. Pertemuan yang abstrak. Mimpi adalah abstrak doa pun juga abstrak oleh keduanya sama abstrak maka bisa jadi pertemuan itu bisa ditempuh lewat jalur doa. Lewat ikatan batiniah. Mimpi adalah simbol atau kiasan yang menjadi lawan dari dunia nyata.

Jika boleh dikiaskan mimpi (pertemuan yang abstrak) pada pertemuan batiniah (doa) yang keduanya sama abstraknya maka Frieska telah melakukan jalan kebaikan khususnya dalam menaklukkan rindu.

Namun Hayat Abi Cikal punya cara lain dalam mengapresiasi rindu. Jika rindu Esti dan Frieska adalah rindu yang ditujukan pada sesama manusia maka Hayat Abi Cikal lewat puisi berjudul Titik Nadir mengalamatkan rindu kepada Allah. Rindu yang dijalani adalah rindu yang menumbuhkan harap yakni Allah hadir dalam tiap helaan nafas. Hayat memposisikan rindu seorang hamba pada Tuhannya yang selalu ingin dekat sampai ajal menjemput.

Madura, 16 November 2014

Biodata Penulis

Moh. Ghufron Cholid adalah nama pena Moh. Gufron, S.Sos.I, beberapa karyanya tersiar di Mingguan Malaysia, Mingguan Wanita Malaysia, Mingguan WartaPerdana, Utusan Borneo, Tunas Cipta, Daily Ekspres, New Sabah Time dll juga terbit dalam berbagai antologi bersama baik terbit di Indonesia maupun terbit di luar negeri. Beberapa puisinya pernah dibacakan di Japan Foundation Jakarta (2011), di Rumah PENA Malaysia (2012), UPSI Perak Malaysia (2012) Kongres Penyair Sedunia ke-33 di Ipoh Malaysia (2013), menetap di Madura Indonesia.






Tidak ada komentar: