MATA PENYAIR YANG MENGUNGKAP RINDU
Oleh Moh. Ghufron Cholid
Oleh Moh. Ghufron Cholid
Rindu
rasa yang tak pernah berlari, ketika rindu menyesakkan dada puisipun bercerita.
Moh. Ghufron Cholid
KANGEN
Bukit biru membeku
Telah dinginkah api cintamu....
Esti Ismawati, 2014
KERINDUAN
kubidik rembulan, pyarr!
wajahmu jatuh dalam mimpi
Frieska, 18.05.2014
TITIK NADIR
Detak jantungku, lirih memanggilMu
Engkaulah hela nafasku!
Hayat Abi Cikal, 180414
KANGEN
Bukit biru membeku
Telah dinginkah api cintamu....
Esti Ismawati, 2014
KERINDUAN
kubidik rembulan, pyarr!
wajahmu jatuh dalam mimpi
Frieska, 18.05.2014
TITIK NADIR
Detak jantungku, lirih memanggilMu
Engkaulah hela nafasku!
Hayat Abi Cikal, 180414
Puisi selalu menjadi salah satu
alasan dari ragam alasan yang bisa ditempuh dalam menyampaikan rindu. Kali ini
saya hadirkan tiga rupa rindu yang ditulis oleh Esti Ismawati dengan judul
Kangen, Frieska dengan judul Kerinduan, Hayat Abi Cikal dengan judul Titik
Nadir.
Ketiga penyair menghadirkan rindu dengan rupa menurut cara pandanganya masing-masing. Inilah yang membuat rindu semakin kaya dan bervariasi, semakin mengasyikkan untuk ditelusuri.
Ketiga penyair menghadirkan rindu dengan rupa menurut cara pandanganya masing-masing. Inilah yang membuat rindu semakin kaya dan bervariasi, semakin mengasyikkan untuk ditelusuri.
KANGEN dalam puisi ini, Esti
Ismawati tidak menghadirkan diksi kangen dalam tubuh puisinya. Esti hanya
memporsoalkan rindu yang sedang dijalaninya dengan orang yang sangat istimewa
bagi dirinya.
Bukit biru membeku, di larik pertama
Esti menyorot rindu yang dalam pandangannya berada dalam suasana yang sangat
menyayat hati. Esti memanfaatkan larik pertama dengan tiga kata. Kata bukit
merupakan simbol dari ketinggian atau keadaan yang sedang memuncak. Kata biru
mewakili lukisan hati akan adanya rasa cinta yang jika ditarik ke judul
merupakan sisi cinta yang membahas rindu. Kata beku mewakili simbol yang
membahas keakraban yang mengalami kekakuan. Tak ada keriangan di dalamnya.
Hubungan yang digambarkan meski berdekatan namun merasa asing oleh ianya saling
menahan, tiada yang berkenan memulai memperbaiki hubungan.
Jika larik pertama ditafsirkan
secara bebas maka diperoleh kesimpulan sementara bahwa hubungan asmara yang
terjalin mulai retak oleh tidak adanya saling sapa. Berdekatan semisal hidup di
tengah kota semakin menuju keterasingan oleh ianya tiada kemesraan, bukit biru
membeku bisa bisa dikatakan keakraban yang kaku.
Telah dinginkah api cintamu....
Larik kedua yang dipaparkan Esti semakin mempertegas kegalauan seorang Esti
dalam merasakan degup kangen. Esti tak lagi menemukan kemesraan, yang
kegelisahan yang terus berdatangan, menyesaki dada. Hanya keraguan yang tak
henti merayapi badan.
Kangen yang dihadapi Esti adalah
kangen yang menyayat hati oleh ianya tak bermukim kebahagiaan di dalamnya.
Kangen dalam pandangan Esti hanya cambuk yang menguliti keakraban dan semakin
memadamkan api cinta. Kangen yang hanya mampu menumbuhkan keraguan. Jika Esti
memilih diksi kangen untuk melukiskan rindu maka Frieska tak mau ketinggalan
dalam menyuarakan rindu, segala rasa rindu Frieska ia tumpahkan dalam puisi
berjudul kerinduan.
Puisi ini ditulis dengan menggunakan
pola tuang dua baris tujuh kata dengan memanfaatkan larik pertama berisi tiga
kata yang melukiskan tentang permulaan risalah rindu, larik kedua berisi empat
kata yang membahas suasa hati rindu yang berlabuh.
Kubidik rembulan, pyarr! Frieska
mewali rasa rindunya dengan pandangan optimis, ianya bergerak untuk menaklukkan
rindu. Larik pertama begitu tegas digambarkan dengan kegiatan membidik rembulan
yang berakhir dengan kata pyarr! Semacam ada keberhasilan yang sudah diraih
frieska dalam menaklukkan rindu. Kata
rembulan yang menjadi simbol ketinggian telah berhasil dibidik suasana hati
yang semula hening menjadi pecah, tumpah ruah menjadi suasana yang khidmat.
Wajahmu jatuh dalam mimpi, larik
kedua semakin mempertegas keberhasilan dalam menaklukkan rindu. Wajah yang
begitu asing, tatapan yang tak terjangkau karena adanya jarak tempuh telah bisa
disiasati. Kerinduan telah ditemukan obat mujarab, obat itu adalah pertemuan
yang meski tak terjalin dalam pertemuan di alam nyata hanya terjadi dalam
pertemuan yang berlangsung lewat mimpi.
Frieska seakan ingin membuka jalan
untuk bisa melaklukkan rindu ketika pertemuan tatap muka tak bisa ditempuh,
sejatinya rindu itu bisa diobati lewat pertemuan batiniah. Pertemuan yang
abstrak. Mimpi adalah abstrak doa pun juga abstrak oleh keduanya sama abstrak maka
bisa jadi pertemuan itu bisa ditempuh lewat jalur doa. Lewat ikatan batiniah.
Mimpi adalah simbol atau kiasan yang menjadi lawan dari dunia nyata.
Jika boleh dikiaskan mimpi
(pertemuan yang abstrak) pada pertemuan batiniah (doa) yang keduanya sama abstraknya
maka Frieska telah melakukan jalan kebaikan khususnya dalam menaklukkan rindu.
Namun Hayat Abi Cikal punya cara
lain dalam mengapresiasi rindu. Jika rindu Esti dan Frieska adalah rindu yang
ditujukan pada sesama manusia maka Hayat Abi Cikal lewat puisi berjudul Titik
Nadir mengalamatkan rindu kepada Allah. Rindu yang dijalani adalah rindu yang
menumbuhkan harap yakni Allah hadir dalam tiap helaan nafas. Hayat memposisikan
rindu seorang hamba pada Tuhannya yang selalu ingin dekat sampai ajal menjemput.
Madura, 16 November 2014
Madura, 16 November 2014
Biodata Penulis
Moh.
Ghufron Cholid adalah nama pena Moh. Gufron, S.Sos.I, beberapa karyanya tersiar
di Mingguan Malaysia, Mingguan Wanita Malaysia, Mingguan WartaPerdana, Utusan
Borneo, Tunas Cipta, Daily Ekspres, New Sabah Time dll juga terbit dalam
berbagai antologi bersama baik terbit di Indonesia maupun terbit di luar
negeri. Beberapa puisinya pernah dibacakan di Japan Foundation Jakarta (2011),
di Rumah PENA Malaysia (2012), UPSI Perak Malaysia (2012) Kongres Penyair Sedunia
ke-33 di Ipoh Malaysia (2013), menetap di Madura Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar