SELAMAT DATANG TO MY
Rumah karya moh. ghufron cholid, anda bisa bertamasya sambil membaca semua karya dan bisa mengomentarinya dengan penuh perenungan dan berdasar selera masing-masing. Jangan lupa ngisi data kehadiran.Ok!

Minggu, 25 Mei 2014

MENGINTIMI PUISI, MENGINTIMI DIRI

Sabtu yang begitu terik, saya berhadapan dengan puisi Menjadi Tua karya Faruk Tripoli di sebuah beranda facebook. Saya tertegun membaca judul puisi, saya membayangkan segala kemungkinan yang akan terjadi saat menjadi tua.

Adalah peristiwa yang tak bisa dihindari bahwa tiap diri akan mengalami masa menjadi tua, walau pada hakikatnya umur yang dimiliki manusia tidaklah sama. Berbicara 'Menjadi Tua' paling tidak ada dua sebab yang menjadikan seseorang menjadi tua yakni disebabkan usia yang memang beranjak tua, atau memang dipaksa menjadi tua oleh keadaan.

'Menjadi Tua' disebabkan usia adalah peristiwa sunnatullah, takkan pernah lepas dari kehidupan, umumnya tiap manusia akan mendapatkan kesempatan ini, jika ajal belum menjemput. Menjadi tua disebabkan usia tentu akan mengalami perubahan baik fisik maupun mental, perubahan fisik bisa dilihat pada kerut wajah, pada stamina yang semakin menurun, kecantikan dan ketampanan tak lagi bisa menjadi modal untuk menepuk dada. Penglihatan yang dimiliki pun mulai rabun, ingatan mulai berkurang. Perubahan mental lebih banyak bersingguhan dengan kecemasan.

Rasa takut semakin bertambah, tingkah laku mulai mendapat perhatian lebih dan lebih banyak mengingat mati dan akhirat. Menjadi tua karena keadaan (tua yang dipaksakan), biasanya yang berada di masa ini adalah seseorang yang mau tidak mau meninggalkan masa terindah di usianya dan lebih fokus untuk membahagiakan orang lain, atau bisa dikatakan orang yang menjadi tulang punggung keluarganya bukan pada waktunya, atau di luar kebiasaan. Pergolakan batin yang dialami biasanya lebih bersifat keduniaan berkisar membahagiakan orang yang sangat dicintai. Bisa pula dikatakan Menjadi Tua sebelum waktunya adalah keadaan untuk mendewasakan hati dan pikiran dalam menghadapi segenap situasi.

MENGGALI DIRI

Berhadapan dengan puisi Faruk Tripoli seakan belajar terus menggali diri, mengintimi hidup yang sudah, sedang bahkan yang akan dialami. Membaca puisi menjadi tua, paling tidak memberi gambaran tentang hidup yang penuh warna, memaknai perbedaan sebagai karunia yang layak disyukuri dan dijalani sebagai rahmat bagi sesama. Menjadi tua seakan mengajak diri menuju ke arah lebih dewasa, tidak cengeng dalam menghadapi hidup.

Menjadi tua semacam penanda bahwa hidup tak pernah statis, hidup selalu dinamis dari waktu ke waktu. Menjadi tua seakan menjadi cermin yang memantulkan segenap rupa gerak kehidupan, baik yang kita amini atau kita ingkari. Pengalaman adalah guru yang terbaik, maka menyia-nyiakan pengalaman sama halnya menyia-nyiakan kesempatan hidup ke arah yang lebih baik.

Membaca puisi menjadi tua selaksa menggali diri hingga menemukan kilau mutiara, menemukan intisari dari kehidupan. Semakin mengenal diri maka akan semakin mengenal Tuhan, karena dengan mengetahui kelemahan dan kekuatan yang ada dalam diri juga mempengaruhi seberapa besar rasa syukur dan ketaatan kita.

Barangkali penyair telah menyadari gejala alam tentang pergantian waktu yang selalu menyimpan misteri keagungan Ilahi. Barangkali pula inilah jalan yang bisa ditempuh penyair untuk berbagi degup pada pembaca, degup yang berpotensial untuk bisa diatur kelak di saat yang tepat.

Coba dan perhatikan niscaya kau tahu, demikian pepatah bergaung hingga kamar sukma. Paling tidak pikiran dan hati kita telah dapat asupan gizi dalam mengantisipasi laju waktu di hari tua. Orang yang hidup penuh gelombang sudah terbiasa menaklukkan bimbang, biasanya tampak tenang walau dalam keadaan paling getir. Berikut saya posting utuh karya Faruk Tripoli agar kita sebagai pembaca dapat menikmati secara utuh pemikirannya.

MENJADI TUA

menjadi tua
bukan karena terlalu lama
menjadi penghuni dunia
tapi karena rasa bahwa kita
tak lagi berdaya
dan membayangkan masa depan
hanya setapak dari kegelapan
sedang di belakang
tinggal comberan

mungkin juga
karena masa muda
adalah perangkap alam maya
yang mengurung dalam cita
akan dunia yang tak pernah ada
seperti bom yang dipasang di jantung kita
yang berdetak memicu kehendak
hingga sampai pada waktunya
ia meledak persis ketika kita sadar
akan adanya. persis pada
detik terakhir
dan kemudian gelap

atau, waktu sebenarnya tak pernah ada
ruang adalah dimensi tanpa gerak
dan di sanalah kita makan dan berak
mencinta dan membenci,
kecewa dan penuh harap
lahir dan mati. layu dan
tumbuh kembali

menjadi tua
bukan karena terlalu lama
menjadi penghuni dunia
tapi karena kita mulai bisa menerima
apa adanya

Jika kita memperhatikan dan membaca berulang bait pertama maka yang dimaksud menjadi tua, bukan orang yang dituakan usia bukan pula orang yang dituakan keadaan, atau dipaksa tua (dewasa) oleh situasi maupun lingkungan melainkan yang menjalani hidup dalam serba ketakberdayaan.

Mungkin juga adalah masa muda yang telah menjadi perangkap, yang mengurung segenap cita, yang melinglungkan hidup, yang baru kita sadari saat segala menjadi sirna, seperti yang dipaparkan penyair pada bait keduanya.

Barangkali 'Menjadi Tua' hanyalah ilusi belaka dalam hidup mengingat waktu adalah dimensi tanpa gerak, tempat kita menjalani rutinitas kehidupan seperti makan, berak, mencinta, membenci, kecewa, berharap, hidup, mati, layu dan tumbuh lagi, sepi yang diisyaratkan penyair dalam bait ketiga yang ditulisnya.

Yang menarik adalah bait keempat yang menjadi semacam pamungkas, pemikiran penyair tentang 'Menjadi Tua' jika pada bait 1-3, penyair hanya menggambarkan segala kemungkinan 'Menjadi Tua' dengan pemaparan yang tak mengisyaratkan ketegasan pandangan, maka di bait keempatlah sosok penyair Faruk Tripoli menentukan letaknya di mana ia harus tegak berdiri perihal pandangan 'Menjadi Tua' ada baiknya saya hadirkan pandangan penyair perihal 'Menjadi Tua' yang ditulisnya dalam bait keempat. Penyair Faruk menulis begini, menjadi tua/bukan karena terlalu lama/menjadi penghuni dunia/tapi karena kita mulai bisa menerima/apa adanya//

Jadi jelaslah yang membuat kita menjadi tua adalah kita mulai bisa menerima apa adanya, tentang segala hal yang menjadi karunia kita, tentang segala hal yang mengajarkan ketabahan pada kita.

Paling tidak membaca puisi 'Menjadi Tua' karya Faruk Tripoli serupa menggali diri untuk menjadi pribadi yang lebih dewasa menghadapi segala kemungkinan hidup, dan bisa menerima keadaan atau karunia apa adanya, bisa pula dikatakan hidup qonaah.

Madura, 10 Mei 2014

Tidak ada komentar: