Rahma Bachmid
TITIK HITAM MEMERAH
Malam kujemput dilipatan bergerigi
pada tulang-tulang rahang yang menggigit
kuletakkan segala asa bercampur gelisah
berharap pagi kusapa dengan hangat
bukan dengan jari jemari yang terbentur luntur
dan dinginnya dinding menyentuh bul-bul
Malam pun jatuh di kursi sepi
bait-bait ini membawaku tenggelam
tersimpan anak sungai di bibir yang mendesir
embun pun jatuh
perlahan-lahan menelusuri rongga menyentuh alteri
dingin melumat
yang mana hitam dan mana merah
dapatkah kumerabahnya
hari-hari terjepit di antara tiga jembatan
di sana pun ada titik hitam memerah
April, 2015
Saya terus saja membayangkan rupa titik hitam
memerah yang diperkenalkan oleh rahma bachmid, saya belum mendapatkan apa-apa
dari pesan yang disampaikan maka saya pun mengambil langkah untuk lebih akrab
denfan tiga kata yang diperkenalkan di judul.
Titik merupakan sebuah penanda bahwa tak ada lagi
perjalanan kalimat sebab ianya telah mencapai pada inti pembahasan. hitam
sering diidentikkan dengan warna yang mengandung kekuatan magic. Saya kembali
mengakrabi kata-kata hitam memerah, saya ingin memperoleh sebuah bayangan yang
kelak membawa saya pada petunjuk, apakah gerangan yang hendak ditegaskan
penyair dengan menghadirkan judul titik hitam memerah? memerah merupakan suatu
situasi yang menjadikan sesuatu tampak merah. warna merah sering diidentikkan
dengan warna darah yang artinya berani maka hitam memerah bisa disimpulkan
kekuatan magic yang membuat seseorang tambah memiliki keberanian. Namun jika ditulis
utuh titik hitam merah bisa diartikan penanda akhir dari sebuah kekuatan yang
membuat seseorang semakin tampak berani.
Kesimpulan ini didasarkan pada tafsiran bebas
sebelum saya benar-benar masuk pada dunia pemikiran yang telah dihadirkan oleh
rahma bachmid, dalam puisinya yang dipetakkan hanya pada dua bagian pemikiran
yang disematkan dalam dua bait yang ada.
Bait pertama adalah lukisan kegetiran yang penuh
harap. ada semacam ketakutan yang begitu menguasai diri namun di sisi lain
penyair mencoba bangkit mengusir kegelisahan dengan terus menanamkan harapan
dalam dada.
Kegetiran adalah keadaan jiwa yang mengantarkan
seseorang pada pemahaman pada dasarnya rasa takut bersarang dalam kalbu oleh
ianya menimbulkan rasa getir sebagai penegasan bahwa sejatinya manusia di
samping memiliki keberanian juga memiliki ketakutan. Kegetiran yang memuncak paling tidak bisa
dikurangi getarannya dengan merawat harapan secara telaten dan sabar, sebab
harapan adalah sebuah titik untuk membangkitkan percaya diri dan menepis
putus-asa.
Dalam harapan yang diperkenalkan penyair di bait
pertama juga bermukim ketakutan yang ianya coba diusir walaupun tipis
kemungkinan tentang keberhasilan yang kelak dicapai. Berharap pagi kusapa dengan hangat,
paling tidak larik ini adalah upaya untuk menumbuhkan keyakinan dalam diri
tentang akan adanya masa bahagia di masa mendatang walau sangat tipis
kemungkinan bahagia yang akan digenggam.
Hidup selalu dipenuhi dengan harapan baik yang
ingin diraih juga kekhawatiran yang begitu mendalam, yang kehadirannya sangat
tidak diinginkan, harapan buruk yang tak ingin bertamu diungkap oleh penyair
pada larik-larik, bukan dengan jari jemari yang terbentur luntur dan
dindingnya dinding yang menyentuh bul-bul.
Bait pertama mengungkap latar suasana juga
mengungkap bahwa sejatinya harap terbagi atas dua jenis yakni harapan yang
mengandung unsur optimis dan harapan yang mengandung unsur ketakutan yang
kehadirannya tak diinginkan. Penggambaran tentang suasana malam semakin
menguat di bait kedua yang dihadirkan oleh penyair Rahma Bachmid,
Malam pun jatuh di kursi sepibait-bait ini membawaku tenggelam
tersimpan anak sungai di bibir yang mendesir
embun pun jatuh
perlahan-lahan menelusuri rongga menyentuh alteri
dingin melumat
yang mana hitam dan mana merah
dapatkah kumerabahnya
hari-hari terjepit di antara tiga jembatan
di sana pun ada titik hitam memerah
Sepi adalah penguat suasana malam, begitupun
dengan diksi tenggelam. Dingin melumat adalah ciri yang dimiliki oleh malam. Dalam
suasana sepi dan dingin yang mengergap, tentu seseorang kadang tak bisa
membedakan mana hitam dan mana merah, mengapa? Karena konsentrasi manusia
terpecah di saat serangan begitu intim hadir dan tak memberikan waktu yang
leluasa untuk berfikir.
Bait kedua menjadi penguat efek yang ditimbulkan
oleh bait pertama, bahwa dalam suasana yang serba terjepit yang bisa dilakukan manusia
hanyalah mengeluh dan mengeluh sebagai tanda ketakmampuan dan ketakberdayaan.
Saya pun memelankan laju baca dan membaca
berulang ulang dua larik berikut, hari-hari terjepit di antara tiga
jembatan/di sana pun ada titik hitam memerah// saya semacam kehilangan
pintu masuk untuk lebih memahami pesan yang akan disampaikan penyair. Saya dikepung
rasa penasaran apa gerangan yang dimaksud tiga jembatan? Adakah ianya sebuah
pilihan dalam menentukan keyakinan untuk menaklukkan sebuah permasalahan, yang
jika diterjemahkan secara bebas bisa bermakna dalam menyikapi masalah manusia terbagai
atas tiga golongan ada yang menganggap permasalahan tersebut sangat serius
sehingga memerlukan penangan khusus untuk memecahkan, sementara golongan kedua
menganggapnya penting untuk direspon atau tak diresponpun tak mengapa karena
tak dapat member kemudlaratan. Golongan ketiga menganggap permasalahan yang
dialami sangat ringat sehingga tak perlu dipikirkan atau dengan artian lupakan
masalah yang ada.
/Di sana pun ada titik hitam memerah// membaca
larik ini secara berulang saya seakan dibawa dalam sebuah ruang pengap oleh
penyair yang di dalamnya tak ada cahaya, yang ada hanyalah kesuraman seakan
penyair ingin menegaskan pengarus buruk sudah semakin kuat.
Kalau titik hitam memerah dibawa dalam dunia
supranatural di mana kekuatan hanya dipahami ada dua macam yakni kekuatan ilmu
putih (ilmu yang memancarkan kebaikan) dan ilmu hitam (ilmu yang membawa
pengaruh buruk) maka bisa dipastikan sejatinya penyair dari dalam jerit
nuraninya mengabarkan bahwa kekuatan buruk sudah semakin kuat. Titik hitam
memerah.
Madura, 10 Mei 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar