SELAMAT DATANG TO MY
Rumah karya moh. ghufron cholid, anda bisa bertamasya sambil membaca semua karya dan bisa mengomentarinya dengan penuh perenungan dan berdasar selera masing-masing. Jangan lupa ngisi data kehadiran.Ok!

Rabu, 16 Juli 2014

PUISI YANG MEMBENINGKAN HATI (ESAI APRESIATIF ATAS KARYA NOVY NOORHAYATI SYAHFIDA BERJUDUL KEMBALI PADA PUISI )

Oleh Moh. Ghufron Cholid


KEMBALI PADA PUISI

saat kesedihan mendera
diterkam jarak dan perpisahan
sebaris abjad kenangan
larut, menjadi lautan doa

maka kembalilah pada puisi
tempat rindu dan luka berkaca
tempat cinta dan airmata bermuara
di sini, di sisi hati

Novy Noorhayati Syahfida, Tangerang, 31 Januari 2013

Pada hakekatnya setelah seorang menulis puisi ia sudah bisa disebut penyair minimal untuk dirinya sendiri selebihnya waktu yang akan menyeleksinya. Apakah ia bertahan atau pun dilupakan setelah kematian menyalami jiwanya. Moh. Ghufron Cholid

Kembali pada puisi, kata Novy seakan ingin meyakinkan segenap hati bahwa ada yang penting dalam puisi. Saya terus saja mengulang yang pernah diucapkan Novy sekedar menghadarkan ingatan, barangkali ada hal penting yang terlupakan. Mengingat ajakan penyair untuk kembali pada puisi, tentu ajakan yang sangat penting untuk ditelusuri kemanfaatannya.

Saya teringat pertanyaan teman kepada saya, mengapa senang menulis puisi padahal puisi tidak menjadikan kita kaya? Barangkali pertanyaan ini berhubungan erat dengan puisi yang disampaikan Novy.

Pertanyaan seorang teman tentulah harus disikapi secara bijak, paling tidak sebagai pijakan untuk menjernihkan hati dalam menulis puisi. Ada benarnya seorang teman mempertanyakan kebiasaan saya dalam menulis puisi. Rasanya kurang afdal tidak dijawab, menulis puisi barangkali tidak membuat kaya penulisnya secara finansial namun kaya hati barangkali yang paling mungkin.

Puisi terus tumbuh dari generasi ke generasi dan cendrung berada dalam event-event istimewa untuk dibacakan pada khalayak ramai. Puisi juga bisa menumbuhkan ruhul jihad seperti halnya perang sabi di Aceh. Puisi juga bisa menjadi media membeningkan hati seperti halnya berzanji yang memuat banyak kisah-kisah nabi yang berhati purnama.

Kembali pada puisi, kata Novy seakan ingin mengingatkan hati akan pentingnya puisi. Saya abaikan ajakan Novy dan memposisikan diri sebagai seorang yang tak menyukai puisi, yang merasa jenuh ketika mendengar orang berbicara puisi.

Saya ingin merasakan menjadi seseorang yang sangat tidak menyukai puisi, sekedar ingin mengetahui adakah dampak pada diri saya yang sangat tampak bila saya meninggalkan puisi. Namun betapa piciknya saya jika saya mengabaikan sepenuh hati ajakan Novy untuk kembali pada puisi sementara saya belum membaca sama sekali yang terkandung dalam puisi yang disampaikan Novy.

Saya pun segera melangkah mendekati puisi dan mulai membuka bait pertama yang dituturkan penyair,

saat kesedihan mendera
diterkam jarak dan perpisahan
sebaris abjad kenangan
larut, menjadi lautan doa

Saya baca berulang ulang bait pertama yang masih bersifat pandangan umum yang saya kira belum utuh menyentuh sisi sensitif saya pada puisi. Saya hanya menemukan hidup sebatas tiupan angin tak ada yang istimewa. Penyair hanya mengabarkan hal yang umum yang biasa dirasakan manusia. Kesedihan mendera, diterkam jarak dan perpisahan adalah kejadian yang lumrah tak ada daya kejut yang mampu menggetarkan hati saya, yang mampu menyihir saya untuk kembali pada puisi, mengikuti anjuran penyair.

Di bait pertama, saya hanya menemukan hidup mengalir, larik tiga dan empat mulai membuat saya mengerutkan dahi dan menatap lebih serius untuk semakin mengenali puisi. Penyair berucap, sebaris abjad kenangan/larut, menjadi lautan doa. Saya meyakini telah ada pergolakan jiwa terjadi yang merupakan efek yang dilahirkan puisi.

Ada lompatan ide yang dihadiahkan penyair dari pergolakan batin yang terjadi, hidup yang mengalir tenang tiba-tiba penuh goncang. Ada yang coba dihiperboliskan dari sebaris abjad kenangan bisa larut menjadi lautan doa. Tak tanggung-tanggung penyair menata pergolakan hidup.

Penyair seakan ingin mengukuhkan pandangan bahwa kenangan, sebuah masa yang pernah kita lewati namun menyisakan ingatan mampu membuat lautan doa dalam pandangan pelaku kenangan.

Sangat hebatkah kenangan itu sehingga lautan doa yang dihadirkan? Saya pun tak henti diburu pertanyaan, lama saya merenung untuk mendapatkan jawaban. Saya pun memaklumi kenangan buruk, memang sarat pergolakan batin, sarat dengan kekhusyu'an dalam berdoa bagi pelaku kenangan. Barangkali yang dimaksud lautan doa adalah suatu masa yang mampu membuat pelaku kenangan semakin dekat dengan Tuhan agar sedih tak terlalu mendera.

Belum cukup saya dikepung renung, penyair segera datang, kembali meyakinkan saya bahwa kembali pada puisi sangatlah penting. Penyair berucap di bait kedua, maka kembalilah pada puisi/tempat rindu dan luka berkaca/tempat cinta dan airmata bermuara/di sini, di sisi hati//

Jadi sangat berasalan mengapa penyair meminta pembaca untuk kembali pada puisi sebab puisi bisa menjadi cermin hidup menuju ke arah lebih baik. Lewat puisi pula kita banyak mengingat segala kenangan baik bahagia maupun duka. Tidak berlebihan, jika saya menilai puisi ini sebagai upaya membeningkan hati yang buram dan kampanye untuk mencintai puisi dengan tawaran sisi kemanfaatan buat hidup lebih baik.

Madura, 16 Juli 2014
* Pendiri Dengan Puisi Kutebar Cinta, menetap di Junglorong Sampang Madura. 

Minggu, 13 Juli 2014

SKETSA SYUKUR DAN GETIR DALAM MENERJEMAHKAN HIDUP (ESAI APRESIATIF ATAS PUISI SETELAH IFTAR KARYA DJAZLAM ZAINAL, PENYAIR MALAYSIA)

Kecintaan Palestina pada Aqsha sebagai karunia Ilahi melebih nyawa yang dimiliki dari generasi ke generasi akan menjadi penanda cinta yang murni. Moh. Ghufron Cholid

Di saat seluruh umat Islam di seluruh dunia melaksanakan ibadah puasa dengan riang gembira, di saat itu pula Palestina kembali berdarah, kembali airmata menjadi tanda cinta mempertahankan Aqsha yang menjadi peninggalan bersejarah yang tak hanya dimiliki penduduk Palestina namun umat Islam di seluruh dunia.

Djazlam Zainal, penyair Malaysia rupanya sangat peka melukiskan rasa prihatin yang menimpa Palestina, lewat puisi setelah iftar, Djazlam menyampaikan segala degup kegetiran, marilah kita baca tuntas puisi berikut,

SETELAH IFTAR

setelah iftar
aku memanjat syukur
aku tahu aku orang terbiar
daripada pandangan orang

aku sedang memikirkan
saudara-saudara di gaza
bagaimana iftar mereka

katanya, sahur di dunia
iftarnya di syurga

13 Ramadan 1435/11 Juli 2014

Bulan puasa adalah bulan suci, bulan yang bertabur kepekaan diri untuk membaca riang-getir kehidupan.

Djazlam mencoba mengangkat tema ramadhan namun tak lupa meliput kegetiran kaum muslimin yang bermukim di gaza.

Setelah Iftar, kata Djazlam membuka pandangan atas nikmat yang telah diterima. Iftar adalah masa yang paling membahagiakan bagi orang-orang yang menjalankan ibadah puasa.

Iftar bisa menjadi penanda kemenangan bagi orang yang berpuasa tiap harinya. Iftar menjadi penanda bahwa segala menjadi halal untuk dimakan, segala yang halal buat suami istri dihalalkan kembali untuk dilakukan, setelah sempat diharamkan mulai terbit fajar hingga tiba iftar.

Islam selalu memiliki cara terindah dalam mendidik umatnya. Puasa adalah bulan bermuhasabah diri, melatih tiap insan semakin peka baik dalam mengenal hubungan dengan Tuhan maupun hubungan sesama makhluk Tuhan.

Di bulan puasa setiap pribadi belajar menempa diri menjadi hamba yang bertakwa. Bisa merasakan kepedihan sesama, bisa belajar menahan diri dari segala hal yang mampu mendatangkan murka Allah.

Setelah Iftar kata Djazlam semakin lantang seolah ingin mengingatkan dirinya maupun pembaca ada hal penting yang harus direnungkan dan dilakukan.

setelah iftar
aku memanjat syukur
aku tahu aku orang terbiar
daripada pandangan orang

Bersyukur adalah suatu keharusan yang bisa dilakukan seorang hamba selepas mendapatkan karunia. Mengapa syukur menjadi suatu yang sangat penting? Karena dengan bersyukur Allah akan menambahkan karunia, mengabaikan syukur merupakan kekufuran akan karunia balasannya adalah siksa yang pedih.

Betapa indah ajaran Islam menerima karunia Allah dengan syukur, menerima kebaikan orang dengan ucapan terimakasih yang merupakan bentuk penghormatan.

Iftar adalah urusan hamba dengan Allah maka sebagai hamba menyambut karunia dengan syukur.

Paling tidak bait pertama mencerminkan sikap seorang muslim sejati yang pandai menyikapi karunia di samping itu ingin mengabarkan bahwa pada hakekatnya ketika menjalankan puasa creator serasa orang yang terbiar dari pandangan orang lain. Merasa asing dari pandangan manusia ketika melaksanakan ibadah puasa, sangat disadari creator dan iftar adalah obat segala gusar yang merekahkan syukur.

Orang muslim dengan orang muslim lainnya ibarat bangunan yang saling menguatkan.

Rupanya Djazlam begitu peka menerjemahkan sebuah hadits ke dalam puisinya, itulah anggapan saya ketika membaca bait kedua berikut

aku sedang memikirkan
saudara-saudara di gaza
bagaimana iftar mereka

Merasa sebagai bangunan yang saling menguatkan tentu tidak berlebihan jika Djazlam masih memikirkan tentang iftar saudara-saudara di gaza. Iftar yang seharusnya dijalani dengan suka cita, di gaza di tengah amuk zionis yang membabi buta, kematian begitu karib menyalami segenap usia, iftar di gaza tentu tidak sekhidmat iftar umat Islam di negara-negara yang damai.

Ada hal yang paling menggetarkan batin saya selaku pembaca yakni bait ketiga yang disampaikan Djazlam

katanya, puasa di dunia
iftarnya di syurga

Merupakan potret kemanusian yang tak bisa ditawar sebab nyawa-nyawa serupa gugur dedaunan, semisal pasir-pasir yang diterbangkan angin.

Tragedi gaza yang terjadi di bulan suci paling tidak telah menciderai hati umat Islam di seluruh dunia sebab di bulan yang begitu suci dan agung ketika orang-orang mukmin menjalankan puasa, regang nyawa tak terhitung jumlahnya terjadi di gaza.

Secara keseluruhan puisi yang ditulis Djazlam berisi tentang bagaimana seorang hamba menyikapi karunia Tuhannya? Bagaimana sesama manusia mampu merasakan kepedihan yang dialami saudara-saudaranya? Bagaimana kegetiran begitu erat menyalami gaza? Bagaimana para pejuang gaza menjalani puasa berikut iftarnya.

Tak hanya itu, Djazlam lewat puisi setelah iftar yang ditulisnya hendak membuka mata hati kita bahwa karunia yang kita terima hendaklah disyukuri dengan penuh khidmat karena orang lain belum tentu memiliki nikmat yang serupa dengan kita, masih ada saudara-saudara kita yang belum pasti bagaimana mereka menjalankan puasa dan iftarnya seperti gaza.

Selasa, 08 Juli 2014

PUISI YANG MENJINAKKAN KEHIDUPAN (Esai Apresiatif Atas Puisi Novy Noorhayati Syahfida Berjudul Luqman dan Titah Suci)

Oleh Moh. Ghufron Cholid

LUQMAN DAN TITAH SUCI

Anakku, meski sekecil biji sawi
Amalmu dibalik batu sembunyi
Diantara langit dan bumi ini
Balasan Allah datangnya pasti
Sungguh Allah Maha Halus meliputi
Lagi Maha Mengetahui

Anakku,tegakkanlah shalat
Dan titahlah beramal ma’ruf
Bersabarlah menanggung musibah
Sikap batin yang demikian
Titah suci yang diagungkan
(Pada sisi pandangan Tuhan)

jangan palingkan muka dari manusia
jangan berjalan pongah di atas dunia
Allah amat tidakmenyukai
Para penyombong pembangga diri

Ayunkan langkah bersahaja
Lunakkan tutur kala menyapa
Seburuk-buruk ingar
Ingar-bingar suara himar

Jakarta, Kramat 6

Menanam kebaikan tak mengenal usia sebab kebaikan akan senantiasa menghidupkan pelakunya meski ruh telah berpisah dari raga. Moh. Ghufron Cholid

LUQMAN DAN TITAH SUCI begitulah judul puisi yang tertera di sebuah catatan FB dengan creator bernama Novy Noorhayati Syahfida, Tangerang. Puisi ini pernah dimuat oleh Pikiran Rakyat pada 6 Oktober 2002 namun saya tak fokus pada puisi ini pernah dimuat atau tidak di sebuah media yang saya fokuskan hanyalah membuatkan esai apresiatif tentang puisi berjudul LUQMAN DAN TITAH SUCI.

Membaca judulnya saja sudah sangat jelas ada kebaikan yang hendak ditanam oleh creator baik untuk dirinya sendiri maupun kita yang menjadi pembaca karya Novy Noorhayati Syahfida. Penanaman cahaya kebaikan yang dilakukan Luqman pada anaknya membuat nama Luqman disebut dalam firman Tuhan sebagai percontohan bagi orang tua dalam mendidik anak-anaknya.

Creator tak memerlukan metafora yang melangit untuk menyampaikan idenya, yang ada dalam benaknya bagaimana puisi dapat dipahami dengan mudah dan dapat diamalkan amanat pesan yang dikandung di dalamnya, paling tidak pandangan ini bisa kita lihat jelas di bait pertama,
Anakku, meski sekecil biji sawi
Amalmu dibalik batu sembunyi
Diantara langit dan bumi ini
Balasan Allah datangnya pasti
Sungguh Allah Maha Halus meliputi
Lagi Maha Mengetahui

Yang ditekankan creator tak ada amal yang sia-sia. Amal yang baik akan selalu menumbuhkan kebaikan pula. Tak usah risau dengan amal yang kita lakukan meski tak ada yang melihat, Allah Maha Mengetahui, jadi dalam beramal Luqman seakan anak-anaknya dirisaukan akan mendapat pujian manusia atau tidak, yang terpenting adalah pelaksanaannya. Dikerjakan dengan tulus mengharap ridha Ilahi.

Membaca puisi ini, saya teringat dengan sebuah hadits qudsi yang terjemahan bebasnya kurang lebih berbunyi bersedekahlah sekiranya tangan kanan memberi, tangan kiri tidak mengetahui, dengan demikian bersedekah yang baik adalah sedekah yang disembunyikan. Sedekah yang tidak diketahui bahkan oleh tangan kirinya sendiri, keluarganya, teman-temannya, guru-gurunya maupun tetangganya. Apakah bersedekah secara terang-terangan adalah hal yang salah kaprah? Untuk menjawab itu, paling tidak kita melihat pada niat awal bersedekah, jika hanya ingin dipuji maka kurang tepat, namun jika niatnya agar semakin banyak orang yang bersedekah maka bersedekah secara terang-terangan juga baik.

Hanya saja dalam bait pertama creator melalui puisinya lebih menganjurkan untuk melakukan kebaikan secara sembunyi-sembunyi mengenai alasannya tentulah creator yang lebih tahu, paling tidak jika saya diperbolehkan untuk menjawab, hanya ingin terhindar dari sifat riya’ (ingin dipuji).

Pada bait kedua pesan atau nasehat berbuat baik mulai ditekankan secara tegas oleh Luqman kepada anak-anaknya, creator menulis begini dalam bait keduanya,

Anakku,tegakkanlah shalat
Dan titahlah beramal ma’ruf
Bersabarlah menanggung musibah
Sikap batin yang demikian
Titah suci yang diagungkan
(Pada sisi pandangan Tuhan)

Hal utama yang paling ditekankan adalah shalat, mengapa musti shalat? Barangkali shalat adalah puncak dari pembelajaran kebaikan yang paling inti. Kedudukan shalat diletakkan di nomer urut kedua dalam rukun Islam, diletakkan setelah membaca syahadah sebagai penanda seseorang masuk Islam. Dalam shalat segala kebaikan dimulai. Dalam shalat pula keagungan dan kewibawaan pemimpin dapat terlihat jelas. Dalam shalat, pendidikan bernegara begitu lugas, di mana seorang makmum (warga) harus senantiasa mengikuti imam (pemimpin), tidak boleh mendahului dan jika imam shalah makmum akan segera memperbaiki baik melalui ucapan subhanallah (untuk lelaki) atau tepukan tangan (untuk perempuan).  Tak hanya itu, shalat merupakat perintah yang begitu agung yang langsung diperoleh Nabi Muhammad dari Allah tanpa perantara Malaikat Jibril lewat peristiwa isra’ dan mi’raj, di samping itu shalat adalah amalan yang dihisab pertama kali.

Dalam bait ketiga, creator mulai menyorot bagaimana seharusnya manusia hidup di dunia, maka creator pun menyampaikan pandangannya,


jangan palingkan muka dari manusia
jangan berjalan pongah di atas dunia
Allah amat tidakmenyukai
Para penyombong pembangga diri

Kita seharusnya hidup damai, hidup dengan selalu menjalin ikatan silaturrahmi sebagaimana dijelaskan dalam hadits nabi bahwa silaturrahmi dapat memperlancar rejeki dan memperpanjang umur. Membina hubungan yang baik antar sesama manusia tanpa saling memalingkan muka, tanpa harus menyombongkan diri adalah kehidupan yang baik sebab Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong, begitu pula kita sebagai manusia, kita tentulah tidak mau berteman dengan orang yang sombong, yang beranggapan dirinya yang paling sempurna sementara orang lain berada di bawah kakinya, yang bisa dengan mudah diinjak-injak semaunya.

Ada solusi yang ditawarkan creator untuk menjadikan kita pribadi yang baik dalam hidup, ada pun solusi itu creator sampaikan dalam bait keempatnya yang berbunyi,

Ayunkan langkah bersahaja
Lunakkan tutur kala menyapa
Seburuk-buruk ingar
Ingar-bingar suara himar

Kebersahajuaan dalam hidup begitu penting di samping itu pula harus melunakkan tutur saat menyapa sesama manusia agar hati yang mendengarnya terasa teduh, agar amarah yang menatapnya tajam segera menutup mata, berbuat sesuatu yang mengganggu orang lain sangatlah tidak diperkenankan, terlalu membuat ramai lingkungan juga tidak baik untuk hidup kita, maka kebisingan dan hingar binger yang kita buat dan mengganggu ketenangan orang tak ubahnya himar. Hal ini ditekankan bukan semata-mata ingin menggugat kebebasan yang dimiliki antar person dalam mengekspresikan hidup namun yang lebih penting menjalin hidup yang damai.

Karena amanat pesan yang mendapat porsi utama, creator tak memperindah bahasanya sehingga yang terasa amarah yang meledak-ledak, layaknya penceramah di atas mimbar ketika menekankan kehidupan yang lebih baik, bagaimana pun creqator telah mengambil pilihan yang telah diyakini. Pilihan diksi yang kadang memekakkan telinga bagi yang mendengarnya, barangkali inilah jalan yang harus ditempuh ketika menciptkan puisi. Paling tidak puisi ini telah memadukan antara bahasa lembut dan bahasa yang terkesan lugas karena tidak diperindah dengan metafor yang lebih lunak.

Jalan kepenulisan sudah dibuat creator selebihnya kita sebagai pembaca hanya bisa mengambil sisi baik yang ingin kita ambil, paling tidak dengan membaca puisi Novy kita telah mendapat gambaran seperti apa cara melukkan hidup.

Surabaya, 8 Juli 2014

Senin, 07 Juli 2014

MENGGALI KEBIJAKSANAAN



(Esai Apresiatif Atas Puisi Melihat Pohon Karya Djazlam Zainal, Penyair dan Kritikus Malaysia)

Oleh Moh. Ghufron Cholid*

MELIHAT POHON

begitu ditimpas angin
ia kembali pada kejatian diri
ia tidak terus membengkok
apalagi tunduk membongkok

ketika hujan menderu
tumbuh gigil merayu
ia tetap pohon azali
kesetiaannya pada identiti

melihat pohon
melihat ke dalam tubuhku
sendiri

Djazlam Zainal, 5 ramadan 1435/ 3 julai 2014


Alam adalah guru, darinya kita belajar sketsa hidup dari luar untu menempa diri yang bermukim di dalam yakni nurani. Moh. Ghufron Cholid

Secara sepintas Djazlam selaku creator tak memberi debar pada saya untuk menekuni membaca puisinya sebab judulnya terkesan datar dan alamiah, saya pun bisa memaklumi mengingat kebebasan creator dalam berkarya.

Rasanya saya pun tak adil jika langsung membuat hipotesa tanpa mau berbetah menekuni puisi Djazlam hingga tuntas. Melihat Pohon, kata Djazlam seolah berbisik, saya mengabaikan bisikan sekedar mengumpulkan debar, Djazlam mengulang pandangannya dengan nada yang semakin lantang, saya pun mulai serius menatap anak nurani Djazlam bernama Melihat Pohon.

Saya hanya menatap dan terus menatap, mencoba mencari jawaban atas puisi yang telah tersaji, mengapa puisi ini diberi judul yang terkesan biasa-biasa saja, gamblang seakan tak mau muluk-muluk dalam menyampaikan dunia ide creatornya.

Djazlam mulai membuat daya kejut, mari kita simak penuturan creator di bait pertama, begitu ditimpas angin/ia kembali pada kejatian diri/ia tidak terus membengkok/ apalagi tunduk membongkok

Djazlam hendak berbagi pengalaman mengenai laku hidup pohon ketika ditempas angin (diterpa segenap permasalan hidup). Pohon akan tetap memiliki jati diri yang tak goyah.  Djazlam menginginkan dirinya atau bahkan pembaca puisi melihat pohon bahwa dalam hidup harus memiliki prinsip, agar tidak selalu mengikut hembusan angin tampa tujuan.

Angin bisa kita misalkan ujian, pohon bisa kita umpamakan prinsip, ujian menerpa (tempas angin) bukan alasan untuk senantiasa membuat diri rapuh, mudah goyah dan mengeluh.

Menaklukkan permasalahan hidup dengan segenap kemampuan yang ada atau kembali pada kejatian diri seperti yang dianjurkan creator adalah langkah jitu untuk menjadi pribadi yang penuh wibawa.

Tidak terus membengkok, apalagi tunduk membongkok adalah dua jalan alternatif menuju kejatian diri.  Saya pun berpindah pada bait kedua, ingin merasakan daya kejut yang lain, ketika hujan menderu/tumbuh gigil merayu/ia tetap pohon azali/kesetiaannya pada identiti

Bait kedua creator hendak mencipta latar suasa yang alamiah dari sebuah laku kehidupan. Ujian yang selalu istiqomah merayu adalah guru dalam melatih tabah, barangkali inilah terjemahan bebas yang hendak disampaikan creator di bait keduanya.

Saya menghentikan laju baca dan kembali mendengar gema penuturan Djazlam, Melihat Pohon, saya pun berusaha mengumpulkan segala kenangan tentang pohon, barangkali ada sesuatu yang terlupa.

Pohon, saya terus mengulang kata pohon dengan harapan ada yang mau merayu minda. Ingatan demi ingatan berdatangan, mengisi ruang demi ruang kenangan.  Pohon itu memiliki daun, akar, batang, reranting darinya pelajaran hidup begitu dekat. Dari pohon pulalah kebersamaan tampak begitu indah.

Menyaksikan dedaun pengertian, reranting kebersamaan semakin mempesona, akar kesetiaan semakin mengokohkan kehidupan. Saya mulai benar-benar melihat pohon memastikan ada tambahan ilmu yang akan berdatangan mengisi laman minda.

Saya saksikam dedaun dipermainkan angin, seolah mengajarkan kerapuhan hidup tanpa adanya prinsip, saya seakan menyaksikan orang menjalani hidup menurut prasangka demi prasangka orang lain, seakan tak ada ketenangan, seakan selalu diburu ketakutan. Melangkah ke kanan ke kiri, maju mundur selalu dibayangi perasaan takut disalahkan orang lain.

Saya semakin akrab melihat pohon, lalu menunggu angin berhenti sekedar ingin menguji benarkah yang creator tulis lahir dari pengamatan atau hanya sebatas imaji.  Pohon tetap menjadi pohon setelah angin usai, jadi mengikut arah angin adalah suatu hal yang lumrah, alamiah, namun terus bertahan dalam rapuh adalah suatu hal yang salah sebab pohon kembali pada identitasnya. Kembali tenang. Tak goyah.

Diamnya pohon seperti semula, selepas angin menyapa menjadi penanda pada hakekatnya manusia akan mengalami kerapuhan hidup ketika disapa bencana namun yang perlu digaris bawahi adalah berlarut-larut dalam kesedihan.

Maka setelah cukup puas melihat tingkah laku pohon yang menyerupai laku manusia, saya pun kembali melanjutkan bait pamungkas, yang merupakan inti dari permasalahan hidup, yang dikabarkan creator lewat puisi berjudul MELIHAT POHON.

Di bait terakhir creator menulis begini, melihat pohon/melihat ke dalam tubuhku/sendiri
Jadi bisa disimpulkan dalam pandangan creator, pohon itu serupa cermin, apa yang tampak dari kejadian yang bisa kita peroleh dengan melihat pohon, sejatinya kita belajar mengenali segala kejadian yang berada di dalam diri.

Madura, 3 Juli 2014

*Pendiri Group Dengan Puisi Kutebar Cinta di FB

Kamis, 03 Juli 2014

MEMAKNAI MATARINDU PENYAIR


Oleh Moh.Ghufron Cholid

PEMBUKAAN

Puisi selalumenjadi hal yang menarik untuk dikaji dan ditelisik. Puisi selalu menjadisahabat terdekat dalam meraungkan risalah hati. Mengapa harus puisi yangditulis untuk mengabadikan harapan, pandangan, pengalaman dan semacamnya,barangkali karena puisi bisa menyapa tiap sisi kehidupan.

Berbicarapuisi, saya pun terkenang dengan Hamid Jabbar, penyair yang menghembuskan nafasterakhir di atas panggung, kesetiaannya pada puisi hingga setianya hidupmenutup mata. Paling tidak, Hamid Jabbar menjadi salah satu contoh dari beragamcontoh betapa puisi sangat memikat mata hati.

Kita tinggalkansejenak cerita tentang penyair legendaris Hamid Jabbar, lalu kita memasukisebuah rumah karya yang bernama Dua Koma Tujuh, sebuah rumah puisi yangdiperkenalkan oleh Mas Imron Tohari di sebuah jejaring social bernama FB.

Group yangsangat menarik, yang paling sering melahirkan puisi, puisi telah menjadirumput-rumput yang semakin rimbun, menjadi pohon-pohon yang semakin rindangdaunannya. Banyak bertebaran puisi, yang ditebarkan oleh penghuni rumah ini. Beragam pandangandipaparkan, beragam harapan disajikan yang kesemuanya hanya ingin menunjukkanbetapa puisi sangat tumbuh subur dan sangat diminati.

Saya pun sangat betahberkunjung dan berlama-lama singgah di rumah bernama Dua Koma Tujuh yang diperkenalkan oleh Mas Imron Tohari dan dirawatnya rumah tersebut bersamarekan-rekannya dengan penuh semangat karya dan semangat kekeluargaan.

Mengenai lebih detail pengenalan rumah puisi Dua Koma Tujuh bisa dibaca langsung di dokumengroup. Namun saya tak hanya ingin berbicara tentang rumah tersebut, saya jugaingin membahas beberapa puisi yang selaksa bunga rekah yang bermekaran dipekarangan rumah.

Saya pun berniat membahas beberapa puisi bertema rindu yang ditulis oleh beberapapenyair yang menghuni rumah Dua Koma Tujuh, mengapa harus mengambil tema yangsama dan judul yang sama? Barangkali karena kesamaan adalah suatu hal yangsunnatullah, namun seberapa besar penyair menyajikan tema dan judul yangpastinya akan berbeda cara penyajiannya.

Menulis puisi bisa diibaratkan memasak.Bumbu boleh sama, menu masakan boleh sama namun lain yangmemasak, lain pula rasa yang akan diterima oleh penikmatnya. 1. Rindu karya Fahmi Mcsalem 2. Rindu karya Yusti Aprilina 3. Rindu karya Dian Ambarwati.

MEMASUKI PEMBAHASAN

Penyair Rindu,ya bagaimana kalau penyair dilanda rindu apa yang akan dilakukannya? Berdiam diriataukah akan ditulis kisahnya dalam puisi. Hal ini yang ingin saya ketahui,oleh sebab itu, saya mengumpulkan puisi rindu yang ditulis oleh ketiga penyair.

Tema dan judulboleh sama, lalu apakah diksi yang disajikan akan sama, untuk mengetahuinya, takada salahnya kalau kita membaca puisi rindu berikut ini;

RINDU

Menggelegar magma di relung batin
Wajahmu tumpah

2013

Fahmi Mcsalem, mewakilkan segenap perasaan rindunya dalam puisi yang hanyatersaji dalam dua larik pada satu bait puisinya. Ia mengerahkan segala pikiran,tenaga dan segala upaya, agar rindu yang begitu magma tak hanya dirasakannyaseorang diri.

Pada baris pertama ia menulis, Menggelegar magma di relung batin,betapa rindu yang menggelegar seperti magma di relung batinnya. Betaparindu, telah mengusik ketenangannya. Betapa rindu sangat bertahta dalamhidupnya.

Ia menambahkan daya pada katanyadengan menambahkan imbuhan me-ng, kata-kata bertenaga yang diharapkanmampu memberikan kesan, bahwa rindu yang mendera tak sekedar main-main. Bahwa rinduyang menyapa mampu menimbulkan goncangan yang begitu dahsyat bagi batinpenyair.

Menggelegar magma di relung batinyang ditulis pada baris pertama adalah pemilihan diksi untuk menimbulkan dayarenung, agar kita sebagai pembaca bisa ikut dalam rindu yang dialamipenyairnya. Penyair sengaja tak melanjutkan perasaan yang ia alami, agar kitaselaku pembaca bisa menebak-nebak, apakah yang akan terjadi saat rindu menjadigelegar magma di relung batin.

Setelah kita puas, menebak-nebakkelanjutan diksinya berdasarkan versi kita selaku pembaca atau penikmat, makasecara tegas, penyair melanjutkan magma rindu dalam relung batinnya, ia punmenulis Wajahmu tumpah.
Jika mengacu pada ‘mu’ maka kitaselaku pembaca bisa menduga bahwa yang dimaksud ‘mu’ dalam puisi ini adalah seseorangyang sangat berarti dalam hidupnya. Bisa ibu, bisa ayah, bisa kakak, bisa adik,bisa guru atau pun kekasih.

Hal ini menjadi semakin jelas, setelah membaca kata‘tumpah’. Yang bisa ditatap dengan jelashanyalah orang-orang terdekat yang masih makhluk ciptaan, karena tidak mungkinciptaan bisa melihat wajah pencipta.

Karena wajah pencipta takkan pernah mampudiindra oleh pencipta. Kalau pun mau dipaksakan bisa diindra, hanya seolah-olahbisa disaksikan seperti konsep ihsan yang ada dalam hadits Arba’ien Nawawi. Rindu yang dialami penyair dalampuisi ini bisa dinamakan rindu yang bersifat duniawi yakni rindu pada segalahal ciptaan Tuhan yang begitu memikat batinnya.

Rindu yang dialami penyair dalampuisi ini, masih belum tegas, apakah kerinduan yang dialami menimbulkan rasakecewa. Ia hanya menyajikan dengan datar, wajahmu tumpah, tak kesan kesedihandan kebahagiaan yang ingin ia tampakkan dengan begitu menonjol, hanya sebatasmengabarkan, bahwa wajahnya masih lekat dalam ingatan.

Marilah kita berpindah pada rinduyang disajikan oleh Yusti Aprilina, saya kutippuisinya secara utuh;
RINDU

bertengger di ranting ingatan
terjatuh melukai sukma

2013

Yusti Aprilina menghadirkan puisinya dalam satubait berpola dua koma tujuh , lalu kita kaji bagaimana seorang Yusti Aprilina memaknai rindu yang menyapajiwanya. Pada baris pertama ia menulis, bertengger di ranting ingatan, apa yangbertengger? Bukankah yang biasa bertengger adalah burung.

Dalam puisi,kita mengenal diksi (pilihan kata), di sinilah kepekaan penyair dipertaruhkan. Iabegitu piawai mengawinkan bertengger dengan ranting ingatan, karena yangdimaksud bertengger dalam puisi ini bukan burung melainkan rindu maka rantingingatan bisa kita maknai kenangan masa lalu yang masih lekat dalam ingatan.

Jika kita teruskan mengkaji puisi ini pada baris kedua maka akan kita temukan betapategas penyair memandang rindu, di baris kedua ia tulis¸ terjatuh melukaisukma.

Rindu memangserupa mata pisau, bisa bermanfaat namun bisa juga sangat membahayakan jiwabila salah memakainya. Begitu pula rindu yang dialami oleh penyair, betaparindu sangat pekat. Tak ada yang ia temukan dalam rindu. Rindu hanya memberinyaluka. Rindu hanya memberinya pengalaman pahit.

Penyair inginberbagi rasa pada kita, betapa manusia juga memiliki sisi yang sangat rapuhbila berhadapan dengan rindu. Betapa ketegaran manusia begitu jelas teruji saatia berpapasan dengan yang namanya rindu.
Rindu dalampuisi ini bisa dimaknai pengalaman pahit. Pengalaman yang sangat mengiris hati.Mengapa harus dinamai rindu, bukankah rindu itu sangat indah. Bukankah rinduselalu membuat orang bahagia, karena ada moment indah yang tak ingin dihapuswaktu.

Tapi apapun itu, penyair telah mengambil keputusan dan telah memaknairindu dalam puisinya maka kita sebagai pembaca harus bijak menyikapinya, karenatiap orang memiliki pandangan-pandangan yang tak mungkin sama, kalau pun adakesamaan pasti ada yang membedakanseperti puisi-puisi yang disajikan oleh para penyair, tema dan judul sama namundiksinya berbeda.

Lalu bagaimanaseorang Dian Ambarwati memaknai rindu dalam puisinya, marilah kita simak pandangannya,
RINDU
Tak terasa menggantung air mata
Padamu: putriku
PC, 11072013

Rindu bisa ditujukan pada siapasaja, Tuhan ataupun orang-orang terdekat kita, namun Dian Ambarwati menjatuhkanpilihan rindu pada putrinya. Mengapa rindu ia tujukan padaputrinya? Barangkali karena ia seorang ibu.

Seorang yang penuh cinta, yangtelah mengizinkan janin bertapa dalam rahimnya selama Sembilan bulan lamanya. Seorangyang telah berjuang mati-matian untuk mengantarkan buah hatinya untuk pertamakalinya menatap dunia (baca betapa sakitnya melahirkan). Karena buah hati adalah pelitabagi keluarga yang dilanda gulita. Karena buah hati perekat bagi keluarga yang hamperretak. Karena buah hati adalah sosok yang paling dekat dengan ibu.

Pada bait pertama ia menulis Tak terasa menggantung air mata , betapa kerinduan begitu dekat dan begitubertahta di hati seorang ibu kepada buah hatinya. Betapa cinta seorang ibumelebihi apa pun yang berharga di dunia ini.

Betapa keinginan seorang ibu,menatap buah hatinya bahagia, adalah hal yang paling diminati.
Betapa kecemasan seorang ibu saatberpisah dengan putrinya adalah kecemasan yang tak bisa ditemukan lawantandingnya maka ketika rindu begitu anggun mendera tak terasa airmata jatuh.

Di baris kedua ia menulis,Padamu: putriku. Kecintaan ibu pada putrinya adalah kecintaan ibu yang melebihinyawanya. Betapa daun-daun usia seorang ibu gugur akan tak terasa saatmenyaksikan anaknya bahagia.

Betapa perpisahan seorang ibudengan putri kesayangannya adalah perpisahan yang penuh airmata, Perpisahan yangtak henti meminta ketabahan, maka kerinduan pada kenangan masa lalu, saat-saatkebersamaan masih menyapa adalah surga yang tak bisa dilupakan.

PENUTUP

Betapa menariknya membaca puisi,mengetahui wajah rindu yang ditulis para penyair dalam puisinya. Betapa tiap penyair memiliki diksi yang berbeda dalammenyampaikan rindu. Betapa kesamaan tema dan judul, tak membuat penyairmemiliki diksi yang sama persis karena setiap penyair memiliki rasa yangberbeda yang kelak menunjukkan ciri khasnya.

Betapa rinduserupa dua mata pisau yang kadang membuat kita bahagia, kadang pula membuatkita terluka. Betapa dengan rindu, ketegaran dan kerapuhan seseorang begitujelas terasa.
Betapa rinduseorang ibu pada buah hati adalah rindu yang bertabur airmata. Rindu yangselalu meminta ketabahan. Betapa seorang ibu, tidak bisa dipisahkan dengan buahhati karena perpisahan bermakna airmata.

Betapa kita (sebagaipembaca)dituntut lebih arif dan bijaksana dalam menafsirkan rindu yang dialamioleh pengkarya sebab pengkarya juga manusia yang memiliki kerapuhan dalammemaknai rindu. Maka tak salah jika ada pepatah manusia tempat salah danlupa.

Namun darisinilah kita dituntut untuk lebih bijaksana dalam menempatkan rindu, sehinggarindu tak hanya memberikan airmata melainkan juga memberikan kebahagiaan.

Kamar Cinta, 23 Juli 2013/14 Ramadhan 1434 H
Daftar Pustaka
http://www.opoae.com/2013/04/betapa-sakitnya-proses-melahirkan-bayi.html
http://bahasa.kompasiana.com/2010/10/09/diksi-diksi-dalam-puisi-284254.html

UNSUR PENDIDIKAN DALAM PUISI "DI MAKAM" (Apresiasi Atas Puisi Karya Novy Noorhayati Syahfida)

Oleh: Moh. Ghufron Cholid


Sore hari menjelang maghrib, saya keliling beranda rekan-rekan fb, memastikan nasib masih gempita untuk terus diperkenalkan. Saya menetap di beranda Novy Noorhayati Syahfida, penyair Tangerang, saya berhadapan dengan puisi berjudul DI MAKAM yang dibuat khusus untuk orang yang Nov cintai yang Nov namai "pa" panggilan cinta buat orang istimewa, yang telah ikut serta berjasa mengenalkan Nov pada dunia.

DI MAKAM judul puisi yang begitu mencekam. Mendengar kata MAKAM yang ada dalam benak adalah kenangan penuh linang. Mendengar kata MAKAM bulu-bulu yang ada di badan berdiri tanpa ada yang mengomando, semacam gerak reflek.

Sebagai seorang yang mencintai puisi, sebagai seorang anak yang ingin memotret kenangan bersama orang istimewa, Nov telah mempercayakan pengembaraan batinnya pada puisi, yang ditulisnya di Bandung pada 2 Februari 2014.


Penyair, Puisi dan Waktu yang Mengiris Hati

Penyair dan puisi bagaikan suami-istri saling memberi arti, begitupun puisi berjudul DI MAKAM adalah puisi kembara yang serupa waktu yang mengiris hati.

Novy Noorhayati Syahfida menulis begini dalam puisinya:

DI MAKAM

aku datang kembali, pa...
lepas rindu raga
membasuh tubuh rerumputan
mengurai manik kenangan
panjatkan al-fatihah, lafadzkan yasin
di makam inilah saat perjumpaan
ingatkan diri akan sebuah pertemuan

Bandung, 2 Februari 2014

ia buka puisinya, /aku datang kembali, pa.../ ada pertemuan yang terjalin sebelumnya. Ada rindang kenangan dalam tatap masa silam. Nov seakan berbicara dan orang yang disebut 'pa' seakan masih mendengar. Barangkali yang sedang terjalin adalah komunikasi metafisis. Komunikasi yang tak tertangkap oleh kelima indera yang dimiliki manusia. Beginilah puisi ini mengabarkan sebuah perjumpaan. Perjumpaan yang tak nyata, perjumpaan yang menunaikan kerinduan meski sifatnya tak tertangkap kasat mata. Begitulah perih perjumpaan dibuka. Beginilah irisan waktu dikenalkan.

/lepaskan rindu raga/ jadi yang lepas saat seseorang menziarahi makam orang yang istimewa adalah rindu raga. Mengapa mesti rindu raga? Karena raga tak bisa wujud utuh seperti sediakala semasa hidup. Barangkali dengan menziarahi makam telah dimaknai rindu secara ragawi telah purna, oleh karena yang terlepas hanya rindu raga.

/membasuh tubuh rerumputan/ ada fenomena yang berbanding terbalik pertemuan yang tercipta antara sesama orang hidup dengan pertemuan yang terjalin antara orang hidup dan orang mati. Nov mengumpamakan ataupun melukiskan 'membasuh tubuh rerumputan' ada semacam ketakberdayaan yang coba disucikan. Rerumputan bisa dimaknai ketakberdayaan, akan bermakna lebih istimewa saat yang dibasuh adalah tubuh rerumputan. Ada penghormatan yang hendak diberitakan. Ada isyarat cinta yang dikabarkan. Ayah atau yang disebut 'pa' dalam puisi Nov mencoba diangkat pada tingkatan yang lebih tinggi, rerumputan yang penuh tanah dibasuh agar menjadi lebih bersih. Agar jadi lebih terhormat. Ada rasa hormat dan bakti yang disisipkan. Dalam debar waktu yang paling perih, ayah tetap dapat tempat istimewa.

/mengurai manik kenangan/ kata manik perlambangan keindahan jadi yang hendak diurai penyair adalah kenangan indah bersama ayah. Mengurai kenangan indah akan menambah rasa cinta dan rasa cinta itulah melahirkan kekhusyu'an dalam menerjemahkan rasa cinta yakni dengan membacakan fatihah dan surah yasin di makam ayah penyair. Perjumpaan di makam ayah menjadi sangat penting karena penyair dapat menghadirkan segala kenangan terindah tentang kebersamaan yang terbingkai dalam pertemuan.

Dengan kata lain, hadir ke makam ayah sama halnya menjenguk masa silam yang mengurai kebersamaan.


HAL-HAL YANG DILAKUKAN DI MAKAM

apakah menziarahi makam merupakan suatu dosa? Tak ada salahnya jika kita merenungi hadits nahaitukum 'an ziyaratil qobri fazuruuha (telah aku larang kalian untuk ziarah kubur maka berziarahlah), dulu ziarah kubur adalah hal yang dilarang namun pelarangan tersebut diganti dengan anjuran.

Ada unsur pendidikan yang tersirat dalam puisi ini saat pergi ke makam yakni membasuh tubuh rerumputan yang bisa dimaknai secara bebas bahwa rumputan tumbuhan yang identik dengan keserbatakberdayaan maka saat meninggal orang yang kita cintai membasuh segala amal jeleknya dengan perbuatan baik yang pahalanya disedekahkan pada yang meninggal. Mengirim fatihah dan membaca yasin adalah amalan yang baik untuk dilakukan di makam yang dikhususkan pada yang telah meninggal.

Apakah ziarah kubur, mengirim fatihah dan membaca yasin adalah perbuatan sia-sia? Tentu tidak! Sebab dengan berziarah mengingatkan pada kematian. Apakah doa yang dikirimkan adalah sia-sia jawabnya wallahu a'lam bisshowab namun jika menilik pada shalat janazah bisa ditafsirkan sangat bermanfaat sebab isi shalat jenazah setelah fatihah dan shalawat adalah doa, maka kalau kita berkaca pada isi shalat jenazah maka yang dilakukan sampai pahalanya pada yang telah meninggal namun Allah lebih tahu dan Maha Rahman Rahim atas hamba-hambaNYA

MADURA, 2 Februari 2014




               Foto Penyair Tangerang Novy Noorhayati Syahfida yang karyanya menjadi materi bahasan

MAKRIFAH CINTA (Sebuah Apresiasi Puisi "Episode Senja Dan Ombak" Karya Novy Noorhayati Syahfida)


Oleh Moh. Ghufron Cholid


Cinta tumbuh di usia senja adalah kearifan, yang tumbuh di masa muda adalah gejolak. 

Moh. Ghufron Cholid

Kali ini saya berpapasan dengan EPISODE SENJA DAN OMBAK karya Novy Noorhayati Syahfida di sela-sela menikmati siang yang mendung di bulan Ramadhan yang penuh keberkahan.

Saya memusatkan pada pintu hidup di mana sebuah rasa berdegup, pintu itu diberi nama oleh creator, EPISODE SENJA DAN OMBAK, saya mencoba mengakrabi kata episode, senja dan ombak secara terpisah.

Saya pun teringat film Raden Kian Santang yang tayang tiap malam yang selalu berganti episode. Puisi Novy hanya terdiri dari satu episode, satu kali tayang dan tamat, yang diberi episode adalah senja dan ombak.

Saya berusaha mencari alasan demi alasan untuk menjawab mengapa creator meletakkan senja lalu ombak? Mengapa bukan ombak dulu baru senja, saya terus berusaha menaklukkan rasa penasaran saya, namun yang saya dapatkan kebuntuan. Saya memutar haluan dan mencoba bersabar dengan mengalihkan perhatian, agar hati tak terlalu gelisah dengan upanya yang belum mendapatkan nilai sempurna.

Saya putuskan menikmati bait demi bait puisi Novy dengan harapan dapat petunjuk untuk menaklukkan rasa penasaran saya. Berikut saya posting utuh puisinya.



EPISODE SENJA DAN OMBAK

Aku tak pernah menyangka kelak akan mengenalmu sejauh ini. Seperti juga keberadaanmu yang demikian jauh, yang terkadang membuatku selalu bertanya...sanggupkah aku?

Aku ingin mengenalmu selamanya. Meski kelak kau tak mampu lagi mengenaliku. Atau hatimu tak mampu lagi menyelami palung hatiku. Aku akan tetap mengenalmu.

Aku tahu kini dunia kita telah berbeda. Aku senja yang merindu. Dan kau, ombak yang mendamba. Kita bagai sepasang sayap yang terluka. Cinta, hanyalah sepenggal cerita lalu.

2 Juli 2014



Paling tidak puisi Novy bisa dikatakan puisi cinta lintas usia, creator hendak menggambar betapa getar rasa begitu kuat menyalami jiwa.

Creator hendak membahas percintaan dua insan berbeda usia, perempuan paruh baya (senja) dengan pemuda yang oleh creator disimbolkan sebagai ombak (hidup yang penuh gejolak).

Bait pertama creator mengurai tumbuhnya rasa yang tak biasa, yang sangat menyentuh jiwa, melebihi perasaan yang lebih dari sekedar persahabatan.

Creator mengisahkan tentang perasaan yang terjalin secara natural (alamiah) tanpa ada rekayasa. Lambat laun senja (perempuan paruh baya ) tersentuh sisi kewatiaannya dan mulai merubah tingkatan rasa dari sekedar teman, sahabat lalu menjadi orang yang teramat istimewa (kekasih).

Creator begitu mendalami perannya dalam puisi yang ditulisnya sebagai seseorang yang tersentuh sisi sensitivnya dalam bercinta, usia dan jarak tempuh yang jauh mulai diabaikan sesekali tersadar dan membuka dialog dengan nurani creator dengan berujar sanggupkah aku?

Creator seakan lagi mengalami masa subur dalam bercinta, hatinya tak pernah tuntas berdebar, riang dan cemas saling bertukar kabar, berebut menguasai debar dan ucapan creator yang penuh keraguan kembali bergema dan menyentak jiwa, sanggupkah aku?

Rasanya saya semakin tertarik untuk memasuki ruang terdalam yang paling rahasia dari sebuah perjalanan cinta, yang kebetulan diungkap oleh seorang creator perempuan dalam puisi yang ia namai EPISODE SENJA DAN OMBAK, saya pun langsung bergegas menaklukkan bait kedua, untuk menambah pengetahuan seputar percintaan lintas usia,

Aku ingin mengenalimu selamanya. Meski kelak kau tak mampu lagi mengenaliku. Atau hatimu tak mampu lagi menyelami palung hatiku. Aku akan tetap mengenalmu.

Bait kedua telah memberikan banyak informasi pada saya selaku pembaca bagaimana karakter bercinta perempuan paruh baya yang terbakar nyala api asmara. Betapa kesungguhan untuk memberikan yang terbaik dalam bercinta telah saya temukan. Betapa perempuan paruh baya begitu setia merawat cinta dan telah siap menerima kemungkinan terburuk dalam bercinta. Segalanya akan diabaikan demi mendapat kemurnian cinta meski menjadi orang yang paling asing di mata seorang yang pernah berhasil merebut hati. Ya, creator seakan sangat menjiwai konflik cinta ini.

Lalu saya pun hendak mendalami cinta perempuan paruh baya dengan pemuda yang telah berhasil menaklukkan hatinya. Saya hendak mendapatkan jawaban apakah ada ambisi dari perempuan paruh baya untuk memiliki hati pemuda idaman sepenuh jiwa, saya rasa bait ketiga adalah jawaban atas rasa penasaran saya.

Creator mengungkap begini, aku tahu kini dunia kita telah berbeda. Aku senja yang merindu. Dan kau, ombak yang mendamba. Kita bagai sepasang sayap yang terluka. Cinta, hanyalah sepenggal cerita lalu.

Saya temukan kearifan creator dalam menyelesaikan konflik cinta yang terjadi antara dua insan berbeda usia.

Creator memperlakukan senja sebagai seorang yang begitu dewasa mengatasi permasalahan hidup, dan memberikan pengertian pada ombak yang penuh gejolak, bahwa rasa yang sedang mereka jalani pada akhirnya akan baik-baik saja. Pengertian sangat dibutuhkan dalam menjalin hubungan. Ambisi memiliki bukan ciri dari cinta melainkan nafsu.

TERNYATA CEMBURU ITU TIDAK KEKAL (Esai Apresiatif Atas Puisi "Tentu Saja" Karya Novy Noorhayati Syahfida)




Oleh Moh. Ghufron Cholid

Cemburu tidak kekal sama halnya dengan tidak kekalnya semesta sebab kekal hanya milik Allah semata. Moh. Ghufron Cholid

Lama saya tertegun menatap wall FB Novy Noorhayati Syahfida, saya mencoba mengakrabi sebuah puisi berjudul Tentu Saja yang tersaji dalam tiga bait. Saya mencoba mencari jalan yang paling mungkin bisa saya tempuh untuk memasuki ruang idea yang dicipta creator.

Tentu saja, kata Novy seakan mengawali percakapan seakan mengajak saya untuk memalingkan wajah dan mendengar segena dentum suara batin creator. Saya mulai mengabaikan segenap panggilan dan memfokuskan diri untuk lebih mengintimi puisi berjudul Tentu Saja untuk mendapatkan informasi yang barangkali saja saya terlupa mengingatnya.

TENTU SAJA

tentu saja ada yang cemburu
karena hati terlalu fasih merindu
sedang ia sibuk merayu
pada lembar daun dan kekupu

tentu saja ada yang terbakar
ketika kata telah terikrar
pada buncah hasrat meliar
di kelopak matanya yang pijar

tentu saja suatu saat nanti
ia akan terbang tinggi
diam-diam menjauhi hati
dan itu pasti!

Perempatan Joglo, 01.07.2014
Novy Noorhayati Syahfida telah memecah puisi menjadi tiga bait, ada pemetaan dunia idea yang harus saya akrabi secara intim dari puisi yang dicipta creator. Paling tidak bait pertama hendak membuka konflik tentang sebuah rasa yang biasa kita sebut cemburu. Marilah kita simak bagaimana creator menyajikan konflik 

cemburu pada bait pertamanya
tentu saja ada yang cemburu
karena hati fasih merindu
sedang ia sibuk merayu
pada lembar daun dan kekupu

Paling tidak kita sudah mendapat informasi bagaimana cemburu itu lahir? Cemburu lahir lantaran hati fasih merindu, rindu yang diabaikan tentu saja mampu membuat cemburu. Perhatian yang tak lagi terpusat dapat menimbulkan rasa cemburu, terjadinya perubahan sikap, perhatian yang tak terbalas dapat menyulut api cemburu.

Tak puas saya menikmati lahirnya cemburu saya pun berpindah tempat, memfokuskan diri membaca bait kedua yang telah disajikan creator, saya ingin memiliki pengetahuan yang lebih tentang efek yang timbul ketika hati menyalami cemburu. Beruntung creator memberi tambahan ilmu secara runut melalui bait keduanya.

Marilah kita simak penuturan creator, tentu saja ada yang terbakar/ketika kata telah terikrar/pada hasrat buncah meliar/di kelopak matanya yang pijar//. Jadi cemburu bisa membuat hati terbakar. Bisa membuat ketenangan diri menepi dan gelisah bisa menjadi pohon yang terus tumbuh.

Betapa tersiksanya batin ketika cemburu adalah nyala api yang tak mau padam. Hati cemburu itu disebabkan ikrar yang telah menggema tak seirama nyata. Ikrar untuk setia hanya manis di bibir sebab dalam prakteknya serupa pisau yang mengarsir yakin di hati, serupa akar gundah yang tak henti menjalar dan meraibkan segala tenang dalam tubuh.

Cemburu telah menjadi momok menakutkan yang mampu melepuhkan percaya, melupuhkan yakin yang telah lama bertapa dalam dada. Tak ada ketenangan menyapa ketika cemburu semakin bertahta.

Lalu apa pandangan creator tentang cemburu, apakah cemburu adalah rasa yang abadi yang merajai kalbu, jawabnya ada di bait terakhir yakni tentu saja suatu saat nanti/ia akan terbang tinggi/diam-diam menjauhi hati/dan itu pasti!

Tampaknya kita mendapat informasi mengejutkan perihal cemburu yang diyakini creator yang coba dibagikan kepada kita lewat puisi, ternyata cemburu itu tidak abadi.

Saya tertegun membaca bait ketiga dari puisi TENTU SAJA karya Novy Noorhayati Syahfida dan saya mencoba mencari dalil penguat, saya pun berpapasan dengan sebuah ayat yang kurang lebih terjemahan bebasnya berbunyi, segala sesuatu akan rusak kecuali Allah.

Jadi cemburu sama halnya pertukaran siang-malam atau pergantian hujan dan kemarau, tak ada kekalan. Jadi yang kekal itu hanya Tuhan sementara cemburu adalah salah satu dari sekian rasa yang dimiliki manusia, yang bisa bertukar tempat.

Cemburu bisa diam-diam menjauhi hati dan itu pasti! Kapan pastinya cemburu bisa menjauhi hati? Saya tak dapat informasi dari puisi yang dibuat creator, saya memaklumi barangkali creator hanya ingin menghargai keberagaman, creator tak mau memberikan dokrin yang melebihi batas kewajaran perihal cemburu yang tak abadi.

Novy Noorhayati Syahfida selaku creator sadar betul bahwa perginya rasa cemburu dari hati antara orang yang satu dengan lainnya tak sama maka jalan tengah yang ditempuh creator adalah mengumumkan bahwa diam-diam (cemburu) menjauhi hati dan itu pasti.

Dengan demikian lewat puisi TENTU SAJA karya Novy Noorhayati Syahfida kita bisa belajar tentang penyebab cemburu lahir, akibat yang ditimbulkan cemburu dan belajar bahwa cemburu itu tidak kekal.

Madura, 1 Juli 2014